Saturday 25 August 2018

The Hawk (飛鷹; 1981)



The Hawk adalah salah satu serial televisi Hong Kong yang terbilang cukup populer di Indonesia di masa 1980an. Serial ini merupakan salah satu dari beberapa serial televisi Hong Kong (The Maverick / Smiling Proud Wonderers, Demi-Gods and Semi Devils, God of Sabre, dan The Legend of Condor Heroes) yang dirilis "resmi" pertama kali di Indonesia dalam bentuk video Betamax untuk disewakan.

Meski alur ceritanya tergolong biasa-biasa saja, tetapi karena merupakan serial televisi Hong Kong (yang waktu itu terbilang sangat langka beredar di Indonesia), maka serial ini menjadi rebutan dan primadona di masa itu.

The Hawk diperani oleh Adam Cheng (鄭少秋 - Cheng Sau Chiu), Angie Chiu (趙雅芝 -  Zhao Ya Che), Idy Chan (Chen Yi Lien), dan Tung Wei. Serial ini dirilis oleh TVB tahun 1981 dengan total 20 episode.

Serial ini mengisahkan tentang Ting Lan (Adam Cheng), seorang Pendekar yang bekerja sebagai Pemburu Bayaran yang menangkapi para penjahat. Ting Lan - dikenal juga dengan sebutan Pendekar Elang Sakti - berasal dari Perguruan Elang Terbang. Keluarganya merupakan keluarga pendekar yang terpandang di wilayahnya. Meski hidup dalam kemapanan, Ting Lan lebih suka berpetualang dan menumpas kejahatan.

Satu ketika dia berkenalan dengan seorang "pria" misterius. Karena melihat ilmu beladiri Ting Lan yang cukup tinggi, "pria" itu mengajukan diri untuk menjadi murid Ting Lan. Tetapi Ting Lan curiga dan berhasil mengungkap identitas "pria" itu. Ternyata dia adalah seorang wanita bernama Zhao Lin (Idy Chan). Mengetahui Zhao Lin adalah seorang wanita, Ting Lan menolak menerimanya menjadi murid, dan dia pun melanjutkan petualangan sendirian.

Tak lama, dia mendapatkan surat dari Ibunya yang memintanya pulang ke rumah. Setibanya di rumah, Ting Lan ternyata akan dinikahkan dengan Nie Tien Er (Angie Chiu), seorang wanita yang sama sekali tidak pernah dikenalnya. Di malam sebelum pernikahannya, Ting Lan kabur dari rumah dan melanjutkan petualangannya kembali.

Dalam petualangannya, Ting Lan kembali bertemu dengan Zhao Lin. Kali ini Zhao Lin memperkenalkan Ting Lan pada ayahnya, Chiu Hung Ngai (Kwan Hai San) yang tidak lain adalah Kepala Perampok Paling Bengis dan Hebat di dunia Persilatan.

Chiu Hung Ngai berjuluk Orang Sakti dari Wu Lien, dan menguasai ilmu Pedang Tanpa Perasaan dan Tanpa Tangis. Ilmu Pedang itu merupakan ilmu pedang paling tinggi di dunia persilatan. Siapa pun yang menguasai ilmu itu akan menjadi orang super sakti, sekaligus juga orang paling kejam yang membunuh lawannya tanpa ampun.

Diam-diam Zhao Lin jatuh hati pada Ting Lan. Namun Ting Lan tidak tertarik padanya. Sementara itu Fei Qi Lung - salah seorang Pengawal Kepercayaan Chiu Hung Ngai - jatuh hati pada Zhao Lin. Sayang, cintanya bertepuk sebelah tangan karena Zhao Lin terlalu fokus untuk mengejar Ting Lan, sehingga tidak memperdulikan Fei Qi Lung yang mencoba mendapatkan hatinya.

Di lain pihak, ketika Nie Tien Er tahu kalau Ting Lan pergi meninggalkan di hari pernikahan mereka, dia kemudian berkelana mencari Ting Lan. Karena belum pernah melihat wajah Ting Lan, dan hanya tahu dia adalah seorang Pendekar Tersohor, maka Nie Tien Er mengganti identitasnya menjadi So So, seorang wanita cantik yang membuat sayembara untuk mencari suami. Sosok suami yang dapat bersanding dengannya haruslah seorang Pendekar Maha Sakti.

Ting Lan mendengar kabar itu dan ikut dalam sayembara. Dia memenangi sayembara itu dan berhasil mendapatkan So So. Saat itulah Ting Lan mengetahui kalau So So tidak lain adalah Nie Tien Er, calon istri yang dijodohkan padanya. Karena itu dia sangat bahagia dan mengajak Tien Er pulang ke rumahnya untuk segera melangsungkan pernikahan.

Di hari pernikahan mereka, tiba-tiba rumah Ting Lan dimasuki oleh beberapa orang misterius yang kemudian melukai orang-orang di dalam rumah, termasuk Ibu Ting Lan. 

Ketika Ting Lan mencari pelaku yang menganiaya orang rumahnya, terkuaklah fakta bahwa Nie Tien Er ternyata adalah anak dari Sekte Bulan, yang merupakan seteru Chiu Hung Ngai. Perseteruan mereka terjadi karena di masa lalu, istri Chiu Hung Ngai pernah menjadi kekasih dari Pemimpin Sekte Bulan di masa itu, yang tidak lain adalah Paman Nie Tien Er. Karena masih cemburu dan curiga istrinya berhubungan dengan Sekte Bulan, maka Chiu Hung Ngai berusaha menghancurkan Sekte Bulan.

Chiu Hung Ngai kemudian menghasut Ting Lan untuk menghabisi Sekte Bulan, dan mengatakan merekalah yang melukai anggota keluarganya. Beruntung ada Siu Pak (Tung Wei) yang mengetahui siapa pelaku sebenarnya, sehingga berhasil mencegah Ting Lan melakukan kesalahan. Kesal rencananya gagal, Chiu Hung Ngai kemudian melukai Siu Pak dengan ilmu Pedang Tanpa Perasaan dan Tanpa Tangis. Siu Pak yang terluka parah hanya bisa disembuhkan oleh tenaga dalam dari orang yang berilmu sama.

Demi menyelamatkan Siu Pak, Nie Tien Er kemudian berlatih Ilmu Pedang Tanpa Perasaaan dan Tanpa Tangis. Setelah menguasai Tingkat Ketiga ilmu tersebut, Tien Er mulai berubah bengis. Meski demikian, dia tetap mampu menguasai dirinya dan menyelamatkan Siu Pak. Selanjutnya dia meminta Ting Lan untuk membunuhnya setelah dia menuntaskan berlatih ilmu tersebut dan membunuh Chiu Hung Ngai.

Saya bisa katakan serial The Hawk merupakan serial yang cukup modern dari segi cerita, jika dibandingkan dengan serian sejenis yang dirilis pada masa itu. Alurnya penuh kejutan dan tidak mudah ditebak. Serial ini mengusung cerita yang terbilang cerdas dan menarik. Sayangnya, di masa itu para penonton lebih menyukai serian "wuxia" dengan alur yang datar dan ringan (baca : mudah ditebak), sehingga serial ini kurang mendapatkan respon yang positif.

Meski demikian, bagi masyarakat Indonesia, The Hawk punya kisah tersendiri yang ga akan terlupakan.






Friday 24 August 2018

Sejarah Film "Wuxia"


Entah latah atau salah kaprah, banyak orang Indonesia yang menyebut film beladiri klasik Hong Kong dengan sebutan "Film Silat". Padahal "silat" merupakan bela diri Indonesia, dan bukan bagian dari budaya Hong Kong.

Sebenarnya film jenis itu punya nama sendiri, yaitu Wuxia (武侠). Wuxia sudah menjadi salah satu genre film Hong Kong yang dikenal masyarakat dunia. Penggunaan istilah "wuxia" sendiri tidak terbatas pada film saja tetapi juga karya sastra (novel), opera, komik, dan video games yang menampilkan bela diri klasik Hong Kong tersebut.

Kata "wuxia" sendiri mengandung arti "Pendekar Bela Diri" (Wu : Bela diri; Xia : Pendekar). Di satu masa, "wuxia" pernah dipakai untuk menjelaskan film Hong Kong yang menampilkan Pendekar Berpedang. Sedangkan film yang menampilkan beladiri tangan kosong disebut film "kungfu". Namun seiring berjalannya waktu, semua film yang menampilkan beladiri klasik Hong Kong (dan mengenakan pakaian klasik masa Kerajaan Kuno Tiongkok) disebut sebagai "film wuxia".

Banyak orang mengira istilah "wuxia" mulai dikenal di Hong Kong di era 1960an, di mana saat itu merupakan masa awal pertumbuhan film-film beladiri Hong Kong. Padahal penggunaan kata "wuxia" sendiri sudah digunakan sangat lama untuk menyebut karya-karya sastra bertema Pendekar. Berdasarkan catatan sejarah Tiongkok, istilah "wuxia" sudah dipakai untuk menyebut kitab sejarah Tiongkok sejak abad 300 - 200 Sebelum Masehi. Hal ini dapat ditemukan dalam Kitab Han Fei Zi (韓非子) karya penulis Han Fei. Buku berisi 55 Bab tersebut menceritakan kondisi politik masyarakat Tiongkok Kuno sejak masa Peperangan Antar Kerajaan (戰國時代 - Zhang Guo Shi Dai) di abad 481 Sebelum Masehi hingga zaman Pemerintahan Kaisar Qin Shi Huang / Dinasti Qing (247 - 210 Sebelum Masehi).

Pada masa Dinasti Tang (618 - 907 Setelah Masehi), cerita fiksi mulai digandrungi banyak orang. Salah satu sub-genre cerita "wuxia" yang sangat terkenal di masa itu adalah genre Chuanqi (傳奇 - Legenda), yang bercerita tentang kisah hidup seorang Pendekar. Kebanyakan bercerita tentang tokoh terkemuka yang benar-benar hidup di masa itu, namun kisah hidupnya dibuat fiktif. Beberapa kisah yang terkenal di masa itu adalah Nie Yin Niang . Nyonya Nie Yin (聶隱娘), Jing Shi San Niang / Nyonya Marga Jing Ke-13, dan Qiu Rang Ke / Pendekar Berjanggut (虬髯客).

Ciri khas karya "wuxia" di masa itu adalah menampilkan Pendekar yang taat menjalankan norma-norma kehidupan yang baik, dan punya prinsip hidup yang teguh. Para Pendekar dalam cerita ini disebut sebagai "xiake" (俠客) atau Pendekar Beretika.

Di masa Dinasti Ming (1368 - 1644), karya "wuxia" banyak didominasi dengan kisah perang. Dua karya yang paling terkenal di masa itu adalah Samkok / Romance of the Three Kingdoms (三國演義) karya novelis Luo Guan Zhong dan Shui Hu Zhuan / Batas Air (水滸傳) karya Shi Nai An.

Sedangkan di masa Dinasti Qing, berkembang sub-genre Gong An (公案 - Peradilan) yang menampilkan cerita yang berhubungan dengan pengadilan, detektif, dan misteri. Hal ini dikarenakan di masa itu ada seorang hakim bijaksana bernama Hakim Bao / Judge Bao / Bao Jing Tien (包青天) yang dihormati banyak orang. Dan untuk menghormati dirinya, banyak penulis yang mengangkat kisah hidupnya dalam bentuk cerita "wuxia".

Sayang, karya sastra - terutama bergenre "wuxia" - tidak dapat berkembang di masa Dinasti Qing, setelah Pemerintah mengeluarkan amanat untuk melarang pembuatan cerita fiksi bertemua "wuxia" karena dianggap sebagai tulisan yang memprovokasi masyarakat untuk anti-pemerintah dan memunculkan banyak pemberontak. Meski dilarang, karya sastra "wuxia" masih dibuat dan beredar secara diam-diam.

Karya sastra "wuxia" kembali diizinkan untuk diterbitkan setelah muncul gerakan 4 Mei (五四运动 - Wu Si Yun Dong; May Fourth Movement) yang dilakukan mahasiswa pada tahun 1919. Gerakan ini dilakukan untuk menentang Pemerintah yang membatasi ruang berkembang mahasiswa. Berkat Gerakan 4 Mei, karya seni dan literatur Tiongkok - termasuk karya sastra "wuxia" - mendapatkan ruang untuk berkembang kembali.

Pasca Gerakan 4 Mei 1919, karya "wuxia" memasuki masa keemasannya. Diawali dengan karya Xiang Kai Ren berjudul Jiang Hu Qi Xia Chuan / The Peculiar Knights-Errant of the Jianghu (江湖奇俠傳) yang dirilis dalam bentuk cerita bersambung sejak tahun 1921 - 1928.
Film "Burning of the Red Lotus Temple"

Cerita tersebut sangat populer, sampai kemudian dibuat dalam bentuk novel dan diadaptasi menjadi film berjudul The Burning of the Red Lotus Temple (火燒紅蓮寺 - Huo Shao Hong Lian Si). Film yang disutradarai Zhang Shi Chuan tersebut tercatat dalam Rekor Dunia sebagai film terpanjang yang pernah diproduksi. Film bisu hitam-putih tersebut dibuat menjadi 16 seri dengan total 27 jam durasi putar. Film itu dirilis secara simultan antara tahun 1928 - 1931.

Sejak itu, koran-koran terbitan Tiongkok banyak menayangkan cerita fiksi "wuxia" dalam bentuk cerita bersambung. Masa itu merupakan masa keemasan para penulis cerita "wuxia", dan melahirkan banyak penulis populer seperti Gong Bai Yu, Wang Du Lu, Zheng Zheng Yin, dan Zhu Zhen Mu.

Di era 1940-1950an, cerita wuxia kembali dilarang pemerintah untuk diterbitkan karena isi ceritanya dianggap menentang pemerintah. Meski sempat diberi "nafas" untuk terbit lagi di pertengahan dekade 1950, tetapi tidak lama kemudian, cerita "wuxia" kembali dilarang beredar.
Jing Yong

Karya "wuxia" kembali meraih masa keemasannya, setelah Pemerintah Tiongkok memberikan kebebasan kepada penulis cerita "wuxia" untuk menulis kembali. Di masa ini, cerpen, novel, dan cerita bersambung"wuxia" kembali menjadi primadona para pembaca. Di masa itu, Jing Yung (Louis Cha) menggebrak gaya menulis "wuxia" dengan memunculkan gaya menulis baru yang berbeda dengan gaya menulis "wuxia" sebelumnya, yaitu dengan mengombinasikan cerita beladiri yang dipadukan dengan drama, roman, dan misteri.

Berkat kepiawaiannya, nama Jing Yung menjadi tersohor dan dikenal sebagai "Penulis Wuxia Paling Berpengaruh" di masa itu. Selain menggunakan namanya sendiri, Jing Yung kerap menggunakan nama samaran "Liang Yu Sheng" untuk beberapa karya "wuxia" buatannya. Karena kehebatan cerita yang dibuatnya, banyak karya Jing Yung yang kemudian diadaptasi menjadi film dan serial televisi. Beberapa di antaranya yang terkenal adalah The Book and the Sword (書劍恩仇錄), Sword Stained with Royal Blood (碧血劍), The Legend of Condor Heroes / Pendekar Pemanah Burung Rajawali (射鵰英雄傳), The Return of the Condor Heroes / Kembalinya Pendekar Burung Rajawali (神鵰俠侶), The Heaven Sword and Dragon Saber / To Liong To / Pedang Pembunuh Naga (倚天屠龍記), Demi-Gods and Semi Devils / Tian Long Ba Bu / Legenda Pendekar Tayli (天龍八部), The Smiling Proud Wanderer / Pendekar Hina Kelana (笑傲江湖), dan The Duke of Mount Deer / The Deer and The Cauldron / Pendekar Rusa Menjangan / Legenda Wei Xiao Bao (鹿鼎記).
Gu Long

Selain di Tiongkok, cerita "wuxia" juga sangat populer di Taiwan. Salah satu penulis "wuxia" Taiwan yang sangat terkenal adalah Gu Long. Berbeda dengan Jing Yung, Gu Long sangat terkenal berkat karya-karya "wuxia" miliknya yang dipadukan dengan kisah misteri dan detektif. Beberapa di antaranya yang sangat terkenal adalah Chu Liu Xiang / Pendekar Harum (楚留香), Pendekar 4 Alis Lu Xiao Feng (陸小鳳), dan Pendekar Pisau Terbang Xiao Li Fei Dao (小李飛刀).


Dalam dunia film, genre "wuxia" mulai dikenal publik pada tahun 1925. Adalah perusahaan film Tian Yi Film Company (dikenal juga dengan nama Unique Film) yang bermarkas di Shanghai yang merilis film New Leaf (立地成佛) dan Heroine Li Fei Fei (女侠李飛飛) pada tahun 1925. Kedua film ini diyakini sebagai film "wuxia" pertama di dunia.

Tian Yi Film Company adalah perusahaan milik tiga bersaudara Shaw Run Je, Shaw Run De, dan Shaw Run Me. Bersama saudara bungsu mereka, Shaw Run Run / Shaw Yi Fu, mereka berempat membuat perusahaan film terbesar di Hong Kong yang kelak dikenal dengan nama Shaw Brothers Studio / Shaw Brothers.

Shaw Brothers didirikan tahun 1958 dan sejak itu menjadi studio film terbesar di Hong Kong yang memproduksi ribuan film bergenre "wuxia". Banyak film "wuxia" populer dan legendaris yang lahir di studio ini. Beberapa di antaranya : Five Deadly Venoms, The Brave Archer, One-Armed Swordsman, The 36th Chamber of Shaolin, dan lain-lain.

Selain itu, Shaw Brothers juga menelurkan banyak sutradara populer dan legendaris. Beberapa diantaranya adalah King Hu, Liu Jia Liang, Chang Cheh, dan Ang Lee.

Para aktor dan aktris terkenal di masa itu pun banyak yang populer berkat bermain di film-film Shaw Brothers. Beberapa di antaranya adalah Lo Lieh, Li Li Hua, Ivy Ling Po, Betty Ting Pei, Lo Mang, Li Feng, Ti Lung, David Chiang, Jackie Chan, Yuen Biao, Sammo Hung, Alexander Fu Sheng, dan lain-lain.

Film-film Shaw Brothers sangat populer di kawasan Asia Pasifik (Singapura, Korea, Jepang, Malaysia, termasuk Indonesia). Salah satu alasan kesuksesan film Shaw Brothers ini tidak lepas dari sistem pendistribusian filmnya, di mana Shaw Brothers membuka perusahaan Malay Film Productions yang berlokasi di Malaysia untuk memproduksi sekaligus mendistribusikan film-film mereka di kawasan tersebut.

Selain Shaw Brothers, banyak perusahaan film yang tumbuh dan berkembang di Tiongkok, Hong Kong dan China di masa itu. Salah satunya yang cukup besar adalah Golden Harvest (kini bernama Orange Sky Golden Harvest / OSGH) yang didirikan Raymond Chow, Leonard Ho, dan Leung Fung pada tahun 1970. Pasca mempopulerkan Bruce Lee di tahun 1972, Golden Harvest menjadi saingan Shaw Brothers dalam dunia perfilman Hong Kong dan Tiongkok. Meski demikian, dalam hal produksi film genre wuxia, Shaw Brothers masih tetap terbaik dan tidak terkalahkan di masa itu.

Karena tidak mampu bersaing dengan Shaw Brothers di film "wuxia", Golden Harvest banyak memproduksi film-film non-wuxia (film drama dan eksyen) di mana mereka kemudian dikenal masyarakat sebagai Raja Film-film Eksyen Hong Kong di masa itu.

Genre film "wuxia" sempat meredup di era 1990an, kalah pamor dengan film-film Hong Kong bergenre eksyen modern. Meski demikian, genre ini kembali hidup dan bangkit kembali setelah film  Crouching Tiger, Hidden Dragon (卧虎藏龙; 2000) karya sutradara Ang Lee meraih kesuksesan secara internasional dan mendapatkan penghargaan Academy Award serta Golden Globe Awards.

Hingga hari ini, film bergenre "wuxia" masih diminati banyak penonton. Selain diproduksi dalam bentuk film layar lebar, genre ini juga diproduksi dalam bentuk serial televisi. Jika di era 1970 - 1980an ceritanya masih banyak mengadaptasi novel-novel karya Jing Yung dan Gu Long, maka di era 2000an, cerita wuxia sudah menggunakan cerita-cerita baru, termasuk cerita bertemakan fantasi. Tidak hanya cerita, penyajiannya pun sangat "memanjakan" mata di mana setiap episode serial televisi dipenuhi dengan efek khusus yang fantastis dan "wah". Alhasil tontonan serial televisi "wuxia" menjadi sangat indah dan menawan.



Wednesday 22 August 2018

Demi Gods and Semi Devils (天龍八部; 1982)



Tian Long Ba Bu atau Demi-Gods and Semi Devils adalah salah satu novel karya Jing Yung (Louis Jia) yang sangat terkenal di tahun 1960an. Dirilis pertama kali sebagai cerita bersambung di harian Ming Pao, Hong Kong (3 September 1966 - 27 Mei 1966), kisah Tian Long Ba Bu kemudian menjadi sangat populer dan disukai. Tidak saja pembaca Hong Kong, bahkan pembaca dari Singapura, Malaysia, dan Taiwan pun menyukai kisah tersebut.

Pasca kesuksesan novel Tian Long Ba Bu, banyak pihak yang kemudian mengadaptasi kisahnya menjadi serial televisi dan layar lebar. Tercatat hingga hari ini sudah ada 3 layar lebar dan 5 serial televisi yang mengadaptasi kisah Tian Long Ba Bu. Dan kali ini saya akan mengulas tentang Tian Long Ba Bu / Demi-Gods and Semi Devils yang dirilis TVB pada tahun 1982 yang merupakan adaptasi pertama novel Jing Yung dalam bentuk serial televisi.

Serial Demi-Gods and Semi Devils tahun 1982 merupakan serial yang sangat populer di masanya. Selain karena diperani para aktor dan aktris populer Hong Kong waktu itu (Kent Tong, Liang Jia Ren, Felix Wong Je Hua, Idy Chan Yuk Lin, dan Patrick She Shien), serial ini juga merupakan serial pertama yang berhasil secara utuh dan baik mengadaptasi novel Jing Yung tersebut menjadi sebuah tontonan ringan yang mudah dipahami banyak orang. Sebagai catatan, Demi-Gods and Semi Devils merupakan salah satu novel karya Jing Yung yang paling rumit untuk dipahami karena mengandung banyak filosofi ajaran Buddha yang sangat dalam. Selain itu, kisahnya sendiri terbagi ke dalam 5 bagian yang saling berhubungan, sehingga tidak mudah untuk bisa memahami keseluruhan ceritanya.

Serial ini dibuat dengan total 50 episode dan terbagi menjadi 2 bagian. Bagian pertama berjudul 天龍八部之六脈神劍  (Tien Long Ba bu Ze Liu Mai Shen Jian - 6 Detak Pedang) yang terdiri dari 30 episode. Sedangkan bagian keduanya berjudul 天龍八部之虛竹傳奇 (Tien Long Ba Bu ze Xu Zhu Chuan Qi - Legenda Xu Zhu) yang terdiri dari 20 episode.
Video Demi-Gods and Semi Devils yang dirilis di Indonesia

Di Indonesia, serial Demi-Gods and Semi Devils dirilis pada tahun 1983 dalam bentuk kaset video. Uniknya, serial Demi-Gods and Semi Devils yang dirilis tersebut disulih-bahasakan Inggris dan semua karakter dalam serial itu menggunakan nama orang bule, yang sangat berbeda dengan nama karakter asli novel Tian Long Ba Bu. Misalnya karakter utama kisah ini adalah Duan Yi diberi nama Dwynn Dawn. Duan Ching Sun (ayah Duan Yi) bernama Joseph Dawn. Dou Bak Fung (Ibu Duan Yi) disebut Phoebe Dawn. Chun Hung Min (kekasih gelap Duan Ching Sun) disebut Cotton Chin. Dan Muk Yuen Ching (anak Chun Hung Min dan adik tiri Duan Yi) disebut Ivonne Wood.

Nah... bingung kan?

Terlepas dari nama karakter yang membingungkan, serial ini mengisahkan tentang persahabatan 3 orang yang berbeda latar belakang : Pangeran Kerajaan Dali / Tayli Duan Yi (Kent Tong), Pemimpin Sekte Pengemis / Kaypang Qiao Feng (Liang Jia Ren), dan Biarawan Sekte Shaolin Xu Zhu / Hui Juk (Felix Wong).

Alkisah di Kerajaan Tayli di masa Dinasti Song, Pangeran Duan Yi tiba-tiba menghilang dari istana. Rupanya Sang Pangeran - yang kala itu dipersiapkan sebagai Pewaris Kerajaan Tayli - tidak suka dengan hiruk-pikuk dunia kang-aow serta ilmu beladiri. Karena dia mendalami ajaran Buddha, maka dia memilih untuk hidup damai dan tenang. Duan Yi suka mempelajari buku sejarah, karya sastra, dan sajak kuno, sehingga akhirnya memutuskan untuk meninggalkan istana untuk mendalami hal-hal yang disukainya.

Dalam perjalanannya, Duan Yi tidak sengaja terlibat dalam perseteruan Partai Obat Sakti yang sedang bertarung memperebutkan gelar Raja Racun Paling Sakti. Lantaran ikut campur dalam pertarungan tersebut, Duan Yi dipaksa meminum Racun 7 Hari. Dia harus menemukan penawar racun itu atau tewas. Dalam perjalanan mencari penawar racun, Duan Yi terjadi di sebuah jurang dan menemukan sebuah goa misterius yang menyimpan Kitab Silat Langkah Lembut Dewi Cantik dan sebuah Patung Wanita Cantik.

Lewat Jurus Langkah Lembut Dewi Cantik, Duan Yi berhasil menguasai Racun yang diminumnya. Bahkan racun itu membuatnya kebal dari berbagai jenis racun.

Kelak, Duan Yi berhasil menemukan kalau patung wanita cantik di dalam gua itu tidak lain adalah Wang Yu Yang (Idy Chan). Sayang, cintanya bertepuk sebelah tangan karena Wang Yu Yang justru jatuh hati pada Fa Mu Rung, yang tidak lain adalah sepupunya sendiri.

Sementara itu, Qiao Feng (Liang Jia Ren) adalah Pemimpin Sekte Kaypang yang sangat disegani. Namun seseorang menjebaknya dan membuatnya dituduh sebagai pelaku pembunuhan atas seorang pendekar ternama di dunia persilatan. Atas tuduhan itu, Qiao Feng kemudian diusir dari dunia persilatan. Dalam pengembaraannya mencari pelaku pembunuhan tersebut, dia berkenalan dengan Duan Yi.

Qiao Feng pun menemukan petunjuk kalau pelaku pembunuhan tersebut tidak lain adalah Duan Ching Sun (Patrick Tse), ayah Duan Yi. Namun saat dia menyelidiki lebih dalam, Qiao Feng menemukan kalau dirinya justru adalah anak kandung dari Duan Ching Sun, yang merupakan hasil hubungan Duan Ching Sun dengan wanita lain. Dengan demikian Qiao Feng adalah adik tiri dari Duan Yi.

Hui Juk (Felix Wong) adalah seorang Biarawan Shaolin yang sangat taat beragama. Namun karena belajar ilmu di luar Shaolin, Hui Juk kemudian diusir dari Shaolin. Dalam pengembaraannya, Hui Juk menemukan fakta bahwa dia adalah anak hasil hubungan gelap Ketua Biara Shaolin Xuan Chi (Ho Pik Kin) dan Ye Er Niang (Liang Oi), salah satu anggota Kelompok "4 Iblis".

Demi-Gods and Semi Devils merupakan salah satu karya klasik Tiongkok dengan kualitas yang sangat baik. Alurnya tidak mudah untuk dipahami namun memiliki kedalaman makna yang luar biasa. Dalam beberapa kesempatan, novel karya Jing Yun yang ini sering digunakan sebagai referensi dan bahan diskusi pelajar dan mahasiswa jurusan Sastra dan Sejarah Tiongkok.


TAHUKAH ANDA? 
Di masa lalu, judul "Tien Long Ba Bu" sering menjadi bahan perdebatan para mahasiswa dan Ahli Sastra Tiongkok karena maknanya yang dianggap tidak jelas (secara harafiah, "Tien Long Ba Bu" berarti "Naga Langit Delapan Langkah"). Bahkan Ahli Sastra dari Barat mengartikan kata "Tien Long Ba Bu" menjadi "Delapan Kitab Naga Langit", meski hal itu kemudian menjadi bahan perdebatan karena tidak menjelaskan isi cerita novel itu sendiri (karena di dalam novel sama sekali tidak membahas adanya Delapan Kitab yang berhubungan dengan Naga Langit).

Menjawab perdebatan ini, Jing Yung menjelaskan bahwa "Tien Long Ba Bu" sebenarnya merupakan gambaran 8 Ras Dewa dan Iblis yang ada di Ajaran Buddha. Dalam ajaran tersebut, disebutkan bahwa Dewa dan Iblis merupakan mahluk yang berbeda dengan manusia. Meski demikian mereka tetap terikat dengan hukum dunia (Samsara) karena mereka memiliki hasrat, seperti halnya manusia.

Sebenarnya jauh sebelum menulis novel Tien Long Ba Bu, Jin Yung pernah memetakan masing-masing Dewa dan Iblis, serta pengaplikasiannya pada masing-masing karakter dalam novel tersebut. Namun saat proses penulisan berlangsung, Jin Yung kesulitan untuk memasukkan masing-masing karakter itu dikarenakan alur ceritanya yang sudah terlalu rumit. Karena itu, keseluruhan 8 Ras Dewa dan Iblis akhirnya diwakili oleh Sekte Shaolin, Sekte Kaypang, Kerajaan Daili, Kerajaan Xia Timur, dan 4 Iblis.

Seperti yang sudah saya sebutkan di awal, hingga hari ini Demi-Gods and Semi Devils sudah diadaptasi menjadi 3 film layar lebar dan 5 serial televisi.

Versi layar lebar pertama kali diadaptasi pada tahun 1977 oleh Shaw Brothers dan dirilis dengan judul The Battle Wizard (disutradarai Pao Shue Li; dengan pemeran Danny Lee, Tanny Tien, dan Lam Jan Kei). Karena durasi yang sangat pendek, maka ceritanya hanya berpusat pada petualangan Duan Yi saja.

Pada tahun 1982, nyaris berbarengan dengan perilisan serial televisinya, dirilis juga film layar lebar berjudul Demi-Gods and Semi Devils. Uniknya, hampir semua pemeran di serial televisi juga bermain di film layar lebarnya. Film tersebut disutradarai Siu Sang, dan diperani Norman Chiu / Shi Shao Chiang (sebagai Qiao Feng), Kent Tong (sebagai Duan Yi), Felix Wong (sebagai Hui Juk) dan Idy Chan (sebagai Huang Yu Yin).

Dan pada tahun 1994, film layar lebar adaptasi Demi-Gods and Semi Devils kembali dirilis dengan judul The Dragon Chronicles - The Maidens. Film yang disutradarai Andy Chin ini menampilkan pemeran Brigitte Lin Ching Shia, Gong Li, dan Sharla Cheung / Chang Min. Meski ceritanya tentang Hui Juk, namun alurnya justru lebih banyak mengetengahkan kisah 3 orang wanita yang dekat dengan kehidupan Hui Juk.

Sedangkan versi serial televisinya masing-masing diproduksi oleh Hong Kong (TVB; 2 kali), Taiwan (CTV; 1 kali), dan China (Ciwen TV, 1 kali; Zhejiang Huace Film, 1 kali).  Adaptasi teranyar Tien Long Ba Bu adalah adaptasi yang dibuat Zhejiang Huace Film (The Demi-Gods and Semi-Devils) yang dirilis tahun 2013 silam. Versi ini diperani Wallace Chung (Qiao Feng), Kim Ki Bum (Duan Yi), dan Han Dong (Hui Juk), dengan total 54 episode.

Felix Wong menjadi satu-satunya aktor Hong Kong yang paling banyak berperan di film dan serial televisi adaptasi Demi-Gods and Semi Devils (1 film layar lebar, dan 2 serial televisi). Untuk versi serial televisi, pada adaptasi pertama, Felix Wong memerani karakter Hui Juk. Sementara pada adaptasi kedua, dia berperan sebagai Qiao Feng. 

Selain diadaptasi dalam film dan serial televisi, Tien Long Ba Bu juga sudah diadaptasi ke dalam video game. Tercatat ada 3 video games Tien Long Ba Bu, yaitu :
- Demi Gods and Semi Devils (2002) : single player RPG game.
- Dragon Oath (2007) : MMORPG
- Tien Long Ba Bu - Sheng Bing Hai Yu (天龙八部:神兵海域; 2012) : MMORPG. Untuk game ini, Hu Ge dan Cecilia Liu ditunjuk untuk mempromosikan permainan ini.

Saturday 4 August 2018

The Wild Bunch / Cap Sha Tay Po (十三太保; 1982)


Di tahun 1980-an, serial televisi Hong Kong sedang menjadi primadona dan menjadi tontonan yang digemari banyak orang, termasuk di Indonesia. Berbeda dengan masa kini - di mana tontonan televisi Hong Kong dapat ditonton secara streaming di mana pun - di masa lalu, untuk menonton serial Hong Kong itu butuh perjuangan. Selain hanya didapat dari rental video (yang merupakan satu-satunya sumber tontonan yang tersedia), untuk bisa mendapatkan satu episode film saja harus menunggu berminggu-minggu (karena antrian penyewa video). Menjengkelkan, bukan? Tapi itulah daya tariknya dan menjadi nostalgia tidak terlupakan bagi para penikmat film wuxia era 1980-an.

Bicara soal serial televisi Hong Kong, ada 1 serial televisi Hong Kong yang cukup menarik perhatian. Bukan karena alur ceritanya, tetapi lantaran pemeran di dalam serial tersebut yang hampir semuanya adalah aktor dan aktris top Hong Kong di masa itu. Serial tersebut berjudul The Wild Bunch (十三太保) /Cap Sa Tay Po / 13 Pengawal.

Serial ini disutradarai oleh Johnnie To, yang kini dikenal sebagai salah satu sutradara Top Hong Kong. Serial ini diperani oleh Wong Yat Wa, Chen Yi Lien, Tung Wei, dan Kent Tong. Terdiri dari 20 episode, serial ini aslinya ditayangkan di Hong Kong (melalui jaringan televisi TVB - Jade) pada tanggal 30 Agustus - 24 September 1982. Serial ini kemudian didistribusikan secara resmi di Indonesia sekitar akhir tahun 1982 oleh PT Trio Video Tara (Trio Tara) dalam bentuk video yang disewakan / rental.

The Wild Bunch bersetting masa Dinasti Tang, di mana terdapat 2 Tuan Tanah yang berusaha menguasai wilayah Tiongkok. Mereka adalah Lee Hak Yung (Chun Piau) dan Chu Wan (Liu Siu Ming). Untuk bisa memenangkan persaingan, Lee Hak Yung kemudian mengumpulkan 13 orang Pendekar terbaik di Tiongkok untuk membantunya. Nantinya ke-13 Pendekar tersebut disebutnya sebagai Cap Sa Tay Po / 13 Pengawal.

Dari ketiga belas pendekar tersebut, Cun Hau (Felix Wong) adalah pendekar yang paling menonjol, baik dari segi kemampuan bela diri maupun pengetahuan. Tidak heran dia menjadi orang kepercayaan Lee Hak Yung. Sementara itu, Cun Hau terpikat dengan kecantikan anak perempuan Lee Hak Yung, yaitu Wan Lo (Chen Yi Lien). Gayung bersambut, ternyata Wan Lo juga jatuh hati pada Cun Hau.

Tapi diam-diam Kwan Lei (Kent Tong) juga jatuh hati pada Wan Lo. Ketika tahu wanita yang dicintainya malah mencintai Cun Hau, Kwan Lei merasa sakit hati. Diam-diam dia berkonspirasi dengan Chu Wan untuk menghancurkan Lee Hak Yung. Tidak hanya itu, dia pun mengadu-domba rekan-rekan dari 13 Pengawal sehingga mereka semua saling tidak percaya dan mulai mengalami perpecahan.

Serial ini merupakan salah satu serial wuxia cerdas yang cukup menarik karena berisi cerita penuh intrik sehingga alurnya tidak mudah ditebak. Karena fokus serial ini adalah pada intrik maka aksi pertarungan terbilang "kurang banyak" di serial ini. Tidak heran kalau tidak banyak penggemar serial wuxia yang ingat dengan serial ini. Tetapi bagi penggemar yang suka dengan alur cerita yang cerdas, pasti ingat dengan serial ini.



ABOUT "CAP SA TAY PO"
Sebenarnya Cap Sa Tay Po / The Wild Bunch / 13 Pengawal bukanlah cerita fiksi karena sebenarnya merupakan adaptasi dari kejadian nyata yang pernah terjadi di masa Dinasti Tang (618 - 907 Masehi). Pada masa itu, terjadi kekacauan karena kurangnya ketegasan dari Kaisar di masa itu. Akibatnya, pemerintahan banyak dikendalikan oleh Tuan Tanah. Dengan banyaknya Tuan Tanah yang bermunculan, timbul perseteruan di antara mereka, terutama dalam hal perebutan wilayah kekuasaan.

Pada saat kekacauan itu, Jendral Li Ke Yung bersama 13 orang pengikutnya turun tangan dan menghabisi para Tuan Tanah yang merongrong kewibawaan Kekaisaran. Berkat ketegasan dan keberaniannya, Jendral Li Ke Yung berhasil membuat kondisi pemerintahan kembali stabil, dan nama Li Ke Yung serta 13 Pengawalnya (Cap Sa Tay Po) menjadi terkenal.

Namun aksinya tersebut malah membuat cemburu para jendral lain. Mereka bahkan kuatir kalau sampai Kaisar terlalu dekat dengan Jendral Li Ke Yung, bisa-bisa mereka akan kehilangan kekuasaan. Karena itu para jendral bersekongkol untuk menghabisi Jendral Li Ke Yung.

Jendral Li Ke Yung dan 13 Pengawal Setia Li Ke Yung akhirnya tewas dalam jebakan yang disiapkan oleh para jendral yang tidak suka dengan aksi heroik mereka.


Semangat pantang menyerah Jendral Li Ke Yung dan 13 Pengawal / Cap Sa Tay Po ini kemudian banyak menginspirasi para penulis dan sineas untuk mengangkat kisah hidup mereka. Di dunia film, film pertama yang mengangkat kisah kepahlawanan 13 Pengawal adalah film The Heroic Ones (十三太保) yang diproduksi Shaw Brothers tahun 1970. Film ini disutradarai oleh Chang Cheh, dengan diperani deretan artis papan atas Hong Kong : David Chiang, Ku Feng, Chin Han, Ti Lung, Chang Sing, dan Lily Li. Film ini sukses dan menjadi salah satu film Shaw Brothers terlaris di masa itu.

Pada tahun 1976, sebuah adaptasi lain dari Cap Sa Tay Po dirilis oleh perusahaan film Taiwan. Film itu berjudul General Stone (Cap Sa Tay Po - Li Cun Xiao), dengan sutradara Hung Tao dan diperani Ling Feng Shang Guan, Tan Tao Liang, serta Chen Sen Ling. Berbeda dengan kisah Cap Sa Tay Po sebelumnya, film ini lebih berfokus pada Li Cun Xiao (Tan Tao Liang) - anak angkat Li Ke Yung - yang mencari tahu penyebab kematian ayah angkat serta 13 orang Pengawal Setia Li Ke Yung.

Pada tahun 1984, Taiwan kembali merilis film berjudul Shanghai 13 (上海灘十三太保; Shang Hai Dan Se San Thai Bao / Shang Hai Tan Cap Sa Tay Po). Film ini disutradarai Chang Cheh, dan diperani oleh deretan aktor dan aktris populer Taiwan / Hong Kong : Ti Lung, Cheng Kuan Tai, Jimmy Wang Yu, Andy Lau, Danny Lee, David Chiang, Bryan Leung, Lu Feng, Chang Feng, Chiang Seng, dan lain-lain.

Sama seperti film sebelumnya, film Shanghai 13 mengangkat cerita yang sama sekali berbeda dengan film sebelumnya. Film ini mengisahkan tentang seorang patriot negara bernama Tuan Gao (Chang Ming) yang terusik hati nuraninya ketika mengetahui perilaku dan tindakan tidak terpuji yang dilakukan oleh Kelompok Organisasi Pemerintahan Baru Tiongkok yang melakukan kekerasan pada masyarakat. Tuan Gao berencana untuk melarikan diri dari Taiwan ke Tiongkok agar mendapatkan suaka di sana. Namun perjalanannya cukup berbahaya karena banyak orang berusaha mencegah kepergianya - bahkan membungkamnya seumur hidup - agar Tuan Gao tidak bisa menceritakan pada dunia luar tentang apa yang dilakukan Kelompok Organisasi Pemerintahan Baru.

Untuk menjaga keselamatannya, Tuan Gao meminta bantuan Shanghai 13 - sekelompok pengawal dari Shanghai yang terdiri dari para ahli bela diri - untuk mengawalnya hingga tiba di Tiongkok. Masalahnya, ternyata ada 1 orang di antara ke-13 Pengawal itu yang merupakan penghianat, sehingga kemana pun Tuan Gao pergi, pasti berhasil diketahui orang-orang yang mengejarnya.