Disiarkan : 12 November 2016
Huo Yuan Jia adalah pendekar dari Negara Tiongkok
yang benar-benar pernah hidup di akhir abad 18. Dia adalah seorang pendekar
dengan kemampuan bela diri yang sangat luar biasa dan tidak pernah terkalahkan
hingga akhir hayatnya. Huo Yuan Jia juga dikenal sebagai salah satu pendiri
Perguruan bela diri terkenal di Shanghai bernama Jing Wu atau Federasi Chin Wu
(精武体育会- Chin Wu Ti Yu Hui), di mana hingga
hari ini Perguruan tersebut telah memiliki 59 cabang di 22 negara di dunia.
Semasa hidupnya, Huo Yuan Jia kerap mengikuti
turnamen bela diri di seluruh wilayah Tiongkok untuk memperebutkan gelar
Pendekar Terbaik Tiongkok. Selain itu, Huo Yuan Jia juga sering bertarung
dengan para praktisi bela diri dari luar negeri untuk memperkenalkan bela diri
Tiongkok kepada dunia. Karena kerap mengikuti turnamen internasional tersebut,
Huo Yuan Jia dipandang sebagai Pahlawan Nasional karena telah membela nama baik
Tiongkok di mata dunia.
Mungkin Pendengar tahu bahwa di masa lalu, Tiongkok
merupakan negara yang dipandang sebelah mata oleh masyarakat dunia, terutama
Negara Barat, karena mayoritas masyarakatnya terikat pengaruh opium. Pada pertengahan abad 17, kondisi masyarakat
Tiongkok sangat memprihatinkan setelah opium masuk dan menjadi produk konsumsi
mayoritas masyarakat Tiongkok. Akibatnya, banyak penduduk Tiongkok menjadi
pecandu opium, dan tidak bisa melakukan hal lain selain mengisap opium.
Tidak heran jika kemudian masyarakat Tiongkok
menjadi cemoohan banyak orang, khususnya bangsa Barat dan Jepang yang sempat
menjajah Tiongkok di masa itu. Bahkan di akhir abad 19, bangsa tersebut menyebut
masyarakat Tiongkok sebagai 東亞病夫 – Dong Ya Ping Fu atau Orang
Sakit dari Asia karena ketidakberdayaan mereka akibat pengaruh Opium.
Sebutan itu menjadi cemoohan yang sangat
menyakitkan bagi masyarakat Tiongkok di masa itu. Tapi meski dicemooh seperti itu, mereka tidak
bisa berbuat apa-apa, karena mayoritas masyarakat dari semua lapisan tenggelam
dalam pengaruh opium, mulai dari Kaisar dan Pejabat Negara sebagai Pimpinan
Tertinggi Negara, hingga masyarakat dari kalangan menengah ke bawah.
Melihat bangsanya menjadi bahan olok-olok, Huo Yuan
Jia tampil dan membuktikan kalau masyarakat Tiongkok bukan orang lemah seperti
yang disebutkan bangsa Barat dan Jepang tersebut. Untuk membuktikan pada dunia
luar, Huo Yuan Jia kemudian aktif mengikuti banyak turnamen bela diri internasional.
Di semua turnamen itu, Huo Yuan Jia selalu menang, sehingga membukukan dirinya
sebagai Pendekar Tanpa Tanding. Prestasi ini tidak hanya diakui oleh masyarakat
Tiongkok saja, tetapi juga masyarakat dunia.
LEGENDA SANG PENDEKAR :
Huo Yuan Jia adalah salah seorang pendekar
legendaris yang lahir pada tanggal 18 Januari 1868 di Desa Xiao Nan He, di
Tianjin, Tiongkok.
Ayah Huo Yuan Jia è
Huo En Di (霍恩第; 1836 - 1917), adalah seorang ahli
bela diri Wu Shu dan praktisi Jurus Mi Zong Quan (Pukulan Tanpa Arah) yang
bekerja sebagai pengawal kurir ekspedisi.
Huo Yuan Jia adalah anak ke-4 dari 10 bersaudara.
Karena ayah mereka adalah seorang ahli kungfu, maka
sejak kecil semua saudara Yuan Jia sudah diajari kungfu dan telah menjadi ahli kungfu
sejak masih kecil. Sayangnya, Hu Yuan Jia lahir dengan kondisi fisik yang
sangat lemah. Sejak kecil dia selalu sakit-sakitan dan menderita asma. Karena
kondisi fisiknya yang lemah, ayahnya tidak pernah mengajari Yuan Jia ilmu bela
diri. Huo En Di kemudian mengundang Guru
Chen Seng Ho dari Jepang untuk mengajari pelajaran akademis kepada Yuan Jia.
Huo Yuan Jia |
Meski demikian, Yuan Jia memiliki keinginan yang
sangat tinggi untuk mempelajari kungfu . Karena itu, diam-diam Yuan Jia selalu
mengintip ayahnya mengajari ilmu kungfu pada saudara-saudaranya di siang hari,
lalu malamnya dia berlatih sendiri dengan dibantu Guru Chen Seng Ho, yang
diam-diam sebenarnya juga adalah seorang praktisi bela diri.
Lewat latihan terus-menerus selama lebih dari 20
tahun, Huo Yuan Jia tidak saja menguasai Wu Shu, tetapi dia berhasil
mengembangkan teknik bela diri Biara Shaolin Mi Zong Quan milik ayahnya menjadi
teknik Mi Zong Yi (Jurus Tanpa Arah) yang lebih kuat dan dasyat.
Pada tahun 1890, saat Yuan Jia berusia 22 tahun,
keluarganya kedatangan seorang petarung dari Henan dan menantang keluarga Huo
bertarung. Kakak tertua Huo menerima tantangan tersebut, namun dia kalah.
Yuan Jia kemudian maju menghadapi petarung
tersebut, dan secara mengejutkan berhasil mengalahkan petarung itu. Sejak
itulah keluarganya tahu kalau Huo Yuan Jia diam-diam berlatih ilmu Wu Shu.
Berkat latihan yang dilakukannya secara rutin selama lebih dari 20 tahun itu,
tubuhnya menjadi sangat kuat dan tidak mudah sakit lagi.
Huo Yuan Jia kemudian membantu ayahnya bekerja
sebagai Pengawal Ekspedisi. Saat melakukan tugasnya mengantar sekelompok
Bhiksu, Huo Yuan Jia dikepung oleh gerombolan perampok. Dengan kemampuannya,
Yuan Jia berhasil mengalahkan perampok itu. Berita Yuan Jia mengalahkan
perampok langsung tersebar, dan membuat namanya mulai terkenal.
Nama Huo Yuan Jia baru benar-benar dikenal banyak
orang pada tahun 1901. Waktu itu Yuan Jia menerima tantangan terbuka seorang
pegulat Rusia yang menantang siapa saja yang bisa mengalahkannya bertarung di Taman
Xi Yuan, Tianjin. Sebelumnya, Pegulat Rusia ini telah bertarung dengan banyak
petarung Tiongkok, namun tidak satu pun yang berhasil mengalahkannya.
Pegulat Rusia itu menyebut masyarakat Tiongkok
sebagai “Orang Sakit dari Asia” (Dong Ya
Ping Fu), yang membuat amarah Huo Yuan Jia meledak. Dalam pertarungan yang
berlangsung hanya 2 menit, Huo Yuan Jia berhasil mengalahkan pegulat Rusia itu dan
memaksanya meminta maaf pada masyarakat Tiongkok. Pegulat Rusia itu lalu
menulis permintaan maafnya tersebut di koran Tiongkok.
Pendengar, Berita kemenangan Huo Yuan Jia dari
Pegulat Rusia itu langsung menyebar ke seluruh Tiongkok.
Setelah berita kemenangan Huo Yuan Jia didengar
masyarakat Tiongkok, mereka berbondong-bondong ingin berguru pada Huo Yuan Jia.
Bahkan banyak murid padepokan bela diri Tiongkok yang keluar dan mendaftar
sebagai murid Huo Yuan Jia. Kondisi ini menguatirkan para pemimpin padepokan bela
diri Tiongkok karena padepokan mereka bisa tutup. Agar tidak kehilangan murid,
maka mereka pun menantang Huo Yuan Jia untuk berduel.
Huo Yuan Jia menerima tantangan duel tersebut.
Satu-persatu pemimpin perguruan pun datang bertarung dengan Huo Yuan Jia, tapi
semuanya kalah.
Karena selalu memenangi duel, Huo Yuan Jia menjadi sombong
dan arogan. Dia kemudian rajin mendatangi setiap padepokan bela diri dan menantang
para pemimpin padepokan untuk bertarung. Dia tidak saja menantang semua
padepokan bela diri yang berada di sekitar Tian Jin, tetapi juga hingga ke
Guang Zhou, dan Foshan.
Konon, Huo Yuan Jia juga pernah menantang Kungfu
Master Huang Fei Hong dari Foshan untuk berduel, tetapi tantangan itu tidak
ditanggapi Huang Fei Hong, karena dia lebih fokus mengurusi Balai Pengobatan
Pao Che Lim miliknya.
Satu ketika, salah seorang pengikut Huo Yuan Jia
menghina seorang guru bela diri bernama Qin Lei. Qin Lei kemudian memukuli
pengikut Yuan Jia tersebut. Merasa sakit hati, sang pengikut mengadu pada Huo
Yuan Jia.
Huo Yuan Jia yang marah karena pengikutnya
dipukuli, lalu mengajak Qin Lei bertarung. Dalam pertarungan itu, Yuan Jia
berhasil memenangi pertarungan, bahkan membunuh Qin Lei. Keluarga Qin Lei tidak
terima, lalu membalas perbuatan Huo Yuan Jia dengan membantai semua anggota keluarga
Huo Yuan Jia.
Kejadian itu membuat Yuan Jia terhenyak. Di dalam
hatinya, timbul amarah yang lebih besar lagi. Ketika memakamkan keluarganya,
Huo Yuan Jia banyak merenung. Dia kemudian memutuskan untuk meninggalkan Tian
Jin untuk introspeksi diri.
Tidak ada informasi ke mana Huo Yuan Jia pergi dan
menetap untuk introspeksi diri. Namun dari cerita mulut ke mulut, orang-orang
mengatakan kalau Huo Yuan Jia pergi berkelana mengelilingi Tiongkok untuk
memperdalam pengetahuan agama.
Enam tahun kemudian, tepatnya tahun 1907, Yuan Jia
kembali ke Tian Jin. Hal pertama yang dilakukan Huo Yuan Jia ketika pulang ke
Tian Jin adalah meminta maaf kepada Keluarga Qin Lei, serta para pendekar yang
pernah dikalahkannya. Tindakan Huo Yuan Jia ini sangat mengejutkan para
pendekar Tianjin. Mereka menyambut baik sikap Huo Yuan Jia dan menaruh hormat
yang tinggi padanya.
Pada tahun 1909, Huo Yuan Jia menerima tantangan
berduel dari Petinju Inggris bernama Hercules O’Brien. Pertarungan ini menjadi
kontroversi karena Huo Yuan Jia diwajibkan mengikuti aturan tinju, sehingga tidak
boleh menggunakan tendangan. Duel tersebut akhirnya dihentikan karena pendukung
Huo Yuan Jia keberatan dengan aturan pertarungan yang dinilai sangat tidak adil
dan merugikan pihak Huo Yuan Jia.
Duel tersebut diulang kembali tahun 1910, di mana
aturannya diubah lebih fleksibel. Dalam pertarungan tersebut, Huo Yuan Jia
dengan mudah mengalahkan O’Brien di Ronde Pertama.
Pasca kemenangannya melawan Hercules O’Brien, Yuan
Jia pindah ke Shanghai, kemudian mengajak para guru padepokan bela diri
Tiongkok untuk bergabung membentuk sebuah perkumpulan bela diri yang
dinamakannya 精武体育会 - Jing Wu Ti Yu Hui atau
disingkat Jing Wu. Beberapa guru yang hadir dan menjadi pendiri Jing Wu adalah
: Master Chen Zi Zheng dari Padepokan 鷹爪派–Ying
Zhao Bai (Cakar Elang), Master Luo Guang Yu dari Padepokan 七星螳螂拳 - Qi Xing Tang Lang Quan (Belalang Tujuh
Bintang), dan Master Geng Xia Guang dari
Padepokan 形意拳 – Xing Yi Quan atau Tai-Chi Quan
gaya Wu Dang.
Pada bulan Juni 1910, Perguruan Jing Wu pun resmi
dibentuk di Shanghai dan dibuka untuk umum. Pada waktu bersamaan, kesehatan Huo Yuan Jia
menurun drastis. Selain menderita penyakit kuning, Yuan Jia juga menderita
Tuberculosis. Karena teknik pengobatan Tiongkok belum mampu menyembuhkan
tuberkulosis di masa itu, Yuan Jia kemudian berobat pada dokter Jepang bernama
Dokter Akino.
Saat sedang berobat, Yuan Jia ditantang berduel
oleh sekelompok murid Judo dari Jepang. Tapi karena kondisinya yang masih belum
baik, Yuan Jia menolak tantangan itu.
Karena penolakan itu, para pejudo Jepang (yang
terdiri dari 10 orang pejudo dan 1 orang instruktur) itu mendatangi Jing Wu dan
menantang para murid Yuan Jia untuk berduel. Waktu itu, murid terbaik Yuan Jia
bernama Liu Zhen Sheng menerima tantangan tersebut. Namun dia kalah dalam duel
tersebut.
Mendengar muridnya kalah, Yuan Jia – yang saat itu
masih dalam kondisi sakit - mendatangi para murid judo tersebut dan berhasil
mengalahkan kesemua pejudo tersebut.
Berita tentang kekalahan pejudo Jepang tersebut
tersebar dengan sangat cepat dan membuat nama Perguruan Jing Wu serta Huo Yuan
Jia menjadi semakin terkenal di Shanghai.
Tidak lama setelah kemenangan itu, Yuan Jia pun
menghembuskan nafas terakhirnya. Pada tanggal 9 Agustus 1910, di usia 42 tahun,
Yuan Jia meninggal dunia.Penyebab kematian Huo Yuan Jia hingga hari ini masih
menjadi misteri. Spekulasi yang beredar dan dipercaya masyarakat Tiongkok
hingga hari ini adalah Yuan Jia tewas karena diracun orang Jepang karena
kelompok Judo mereka dipermalukan oleh Huo Yuan Jia. Meski demikian, hingga
hari ini spekulasi tersebut belum pernah terbukti.
Misteri kematian Huo Yuan Jia ini kemudian menjadi
inspirasi banyak film.
Salah satu film yang menawarkan teori penyebab
kematian Huo Yuan Jia adalah film FIST OF FURY yang dirilis tahun 1972. Film tersebut
merupakan film pertama yang mengangkat cerita latar belakang di balik kematian
Huo Yuan Jia.
KISAH SANG PENDEKAR :
Fist of Fury (精武门 - Jing Wu Men) adalah film bergenre eksyen produksi Golden
Harvest.
Film ini disutradarai Lo Wei, dan diperani oleh Legenda
Kung Fu Bruce Lee (Li Xiao Long), Nora Miao (Miao Ke Xiu), Riki Hashimoto,
Robert Baker, Tien Feng, dan Lo Wei sendiri.
Film ini merupakan film besar kedua Bruce Lee setelah
sebelumnya dia berperan di film The Big Boss (1971). Sama seperti film
pertamanya, film Fist of Fury meraih kesuksesan yang luar biasa, dan membuat
Bruce Lee makin dikenal secara internasional.
Film ini diawali dengan kisah kembalinya Chen Zhen
(陳真 ) dari Jepang ke Padepokan Jing Wu
setelah dia mendengar gurunya, Huo Yuan Jia, meninggal dunia. Chen Zhen adalah
murid kesayangan Hou Yuan Jia dan dia sudah menganggap Huo Yuan Jia sebagai
orang tuanya sendiri. Saat pulang dan mendapati gurunya sedang dikuburkan, Chen
Zhen sangat terpukul dan emosional.
Setelah penguburan tersebut, Chen Zhen tidak makan
dan minum selama dua hari dan hanya duduk di altar pemakaman gurunya. Dia
kemudian mempertanyakan penyebab kematian gurunya kepada teman-teman
seperguruannya. Mereka mengatakan kalau Guru meninggal akibat penyakit. Tetapi
Chen Zhen tidak mempercayainya.
Pada hari ketiga setelah kematian Huo Yuan Jia,
para murid dan pemimpin padepokan Jing Wu mengadakan upacara penghormatan
terakhir kepada guru mereka. Namun kekhusukan mereka terganggu dengan
kedatangan dari Sekolah Judo Jepang Hung Jiu. Lewat penerjemah mereka, Hu Wu
En, pihak Sekolah Judo Hung Jiu membawakan sebuah papan nama yang terbungkus
rapi yang mereka serahkan kepada Sekolah Jing Wu.
Ketika bungkus papan nama itu dibuka, terlihatlah
tulisan di papan itu adalah “Dong Ya Ping Fu” (Orang Sakit dari Asia).
Sekolah Judo Hung Jiu sengaja memberikan papan itu kepada
Sekolah Jing Wu karena menganggap mereka lemah. Pada kesempatan itu, mereka
menantang semua murid Sekolah Jing Wu untuk beradu kemampuan bela diri. Namun
tantangan itu tidak ditanggapi para murid Sekolah Jing Wu karena mereka sedang
dalam masa berkabung. Hu Wu En kemudian menghina dan memprovokasi para murid
Sekolah Jing Wu. Chen zhen terpancing emosinya.
Maka setelah para murid Sekolah Judo itu pulang,
Chen Zhen membawa papan nama tersebut dan membawanya ke Sekolah Judo Hung Jiu.
Di sana, Chen Zhen menantang balik para murid Sekolah Judo tersebut.
Tantangan Chen Zhen disambut oleh para murid
Sekolah Judo yang langsung turun mengeroyoknya.
Dengan kemampuan bela dirinya, Chen Zhen berhasil
melabrak semua murid sekolah itu yang jumlahnya lebih dari 30 orang. Bahkan
Chen Zhen menghajar instruktur Jepang hingga tersungkur dan tidak bisa bangun
lagi.
Setelah mengalahkan para murid sekolah judo itu,
Chen Zhen menghancurkan papan nama dan memaksa 2 orang murid sekolah judo itu
memakan kertas dari papan itu yang bertuliskan “Dong Ya Ping Fu”.
Tindakan Chen Zhen yang mempermalukan para murid
sekolah judo tersebut sampai ke telinga Hiroshi Suzuki, pemimpin tertinggi dari
Sekolah Judo tersebut. Atas tindakan Chen Zhen itu, Suzuki kemundian menyuruh
para muridnya untuk melakukan balas dendam ke Padepokan Jing Wu.
Para murid Sekolah Judo itu pun datang dan
menghancurkan Padepokan Jing Wu.
Sementara itu, Chen Zhen yang sedang berjalan di
kota Shanghai dihadang oleh seorang petugas saat dia ingin masuk ke sebuah
taman. Ternyata di depan taman tersebut terpampang tulisan “Orang Tiongkok dan Binatang
Berkaki Empat dilarang masuk ke taman”. Pada saat itu, segerombolan orang
Jepang memasuki taman tersebut. Melihat Chen Zhen yang berdiri di depan taman,
mereka pun menghina Chen Zhen. Chen Zhen yang marah, kemudian menghajar orang
Jepang tersebut.
Ketika Chen Zhen kembali ke Padepokan Jing Wu,
betapa terkejutnya dia melihat padepokannya sudah hancur berantakan. Dia
ditegur oleh para seniornya karena telah melakukan tindakan yang ceroboh dengan
membikin masalah dengan Sekolah Judo. Agar tidak membuat masalah lebih banyak
lagi, Chen Zhen diminta untuk pergi dari Shanghai. Tapi Chen Zhen menolak.
Malamnya, saat Chen Zhen sedang merenung di ruang
tamu padepokannya, dia mendengar percakapan 2 orang murid Jing Wu. Dari sana,
Chen Zhen mengetahui kalau merekalah orang yang meracuni Guru Huo Yuan Jia
dengan cara memasukkan racun arsenik ke biskuit yang dimakan Huo Yuan Jia.
Salah satu dari mereka ternyata adalah orang Jepang yang sengaja menyamar
menjadi Juru Masak Padepokan Jing Wu.
Sejak awal begabung dengan Jing Wu, dia memang
berniat untuk membunuh Huo Yuan Jia. Kedua orang itu berusaha membungkam Chen
Zhen, namun Chen Zhen berhasil membunuh mereka berdua, dan menggantung mayat
mereka di tiang listrik yang tidak jauh dari padepokan Jing Wu.
Setelah kejadian itu, Chen Zhen meninggalkan
padepokan Jing Wu dan tinggal di makam gurunya.
Ternyata orang Jepang yang menyamar sebagai Juru
Masak Jing Wu yang dibunuh Chen Zhen itu adalah adik dari Instruktur Sekolah
Judo Hung Jiu.
Mengetahui adiknya dibunuh Chen Zhen, Sang
Instruktur meminta Hiroshi Suzuki untuk membalaskan dendam. Tapi Penerjemah Wu
En memberikan ide agar kejadian itu dilaporkan kepada polisi. Setelah polisi
turun tangan dan Chen Zhen dipenjara, mereka bisa lebih mudah menyiksa dan
membalaskan dendam mereka pada Chen Zhen. Suzuki setuju, dan mereka pun
melaporkan Chen Zhen pada polisi.
Untuk menghindari kejaran polisi, Chen Zhen
menyamar sebagai penarik rickshaw dan berhasil menjebak Penerjemah Wu En. Dia memaksa Wu En untuk menceritakan siapa
saja yang terlibat dalam kasus meninggalnya Huo Yuan Jia. Dan terungkaplah
kalau Hiroshi Suzuki adalah otak dari pembunuhan gurunya tersebut.
Wu En lalu berniat membunuh Chen Zhen, namun dia
justru yang tewas di tangan Chen Zhen.
Setelah mengetahui dalang pembunuh gurunya, Chen
Zhen melabrak Sekolah Judo. Pada akhirnya Chen Zhen berhasil membunuh Hiroshi
Suzuki dan membalaskan dendam gurunya.
Di akhir film, Chen Zhen dihadang oleh polisi
konsulat Rusia bersenjata lengkap saat dia baru keluar dari kompleks Diplomat
Jepang. Chen Zhen melompat ke arah polisi itu, dan dia dihujani tembakan
senjata. Aksi Chen Zhen itu menjadi fenomenal dan kelak ditiru oleh banyak film
eksyen Hong Kong.
Kisah kehidupan Huo Yuan Jia dan Chen Zhen
mengajari kita beberapa hal :
1. Meski
memiliki kemampuan lebih dari kebanyakan orang, janganlah kita menjadi Sombong.
Ketika telah merasa
menguasai satu hal, terkadang orang terjebak dalam kesombongan. Menurutnya,
karena punya pengalaman dan punya kemampuan, maka orang tersebut merasa lebih
pintar daripada orang lain. Karena itu, orang tersebut sering merendahkan dan
menghina orang lain yang dianggapnya tidak sepintar dirinya.
Ada pepatah Tionghua
yang mengatakan : 天外有天,人外有人 (Thien Wai
You Thien, Ren Wai You Ren).Yang artinya: Sepandai bagaimana pun kita, akan selalu ada
orang lain yang lebih pandai daripada kita.
Pepatah ini ingin mengingatkan kita, bahwa kepandaian yang kita miliki
sebenarnya bukan apa-apa, karena sebenarnya di luar sana, masih banyak orang
yang jauh lebih pintar dan hebat daripada kita. Karena itu, meski merasa diri
memiliki pengetahuan yang lebih daripada orang lain, hendaknya kita punya
kerendahan hati untuk menghargai orang lain, dan kerendahan hati untuk belajar
dari orang lain. Dengan kerendahan hati, kita dapat belajar hal baru yang
mungkin tidak kita ketahui sebelumnya. Dan dengan kerendahan hati pula, kita
mendapatkan penghargaan dari orang lain.
2. Milikilah
Kebesaran Hati untuk Memaafkan.
Huo Yuan Jia melakukan
kesalahan besar ketika membunuh seorang guru padepokan bela diri, yang
mengakibatkan keluarganya menjadi korban balas dendam. Yuan Jia bisa saja
melakukan balas dendam pada orang yang menghabisi keluarganya. Tapi dia memilih
mengasingkan diri selama beberapa tahun,
mengintrospeksi diri sendiri, lalu kembali lagi untuk kemudian meminta
maaf kepada orang yang pernah disakitinya.
Tidak banyak orang
yang bisa melakukan hal seperti yang Huo Yuan Jia lakukan. Yuan Jia mengajari
kita sebuah pelajaran paling berharga dalam menjalin hubungan dengan orang lain,
yaitu Pelajaran tentang Keberanian untuk Memaafkan.
JURUS SANG PENDEKAR :
Jurus ciptaan Huo Yuan Jia yang paling dasyat dan
tidak terkalahkan hingga hari ini adalah Jurus Mi Zong Yi. Mi Zong Yi merupakan
pengembangan dari Jurus Shaolin bernama Mi Zong Quan, atau Mizong Lohan, atau di
Indonsia dikenal dengan nama Jurus Tinju Labirin atau Tinju Tanpa Arah.
Mi Zong Quan merupakan salah satu jurus Tiongkok Utara yang
cukup terkenal dan dipercaya telah ada sejak Dinasti Tang (618 – 907 Sesudah Masehi). Tidak jelas siapa yang menciptakan jurus ini,
tetapi banyak orang meyakini jurus ini punya keterkaitan dengan Jurus Panjang (長拳 ) yang juga sangat terkenal di daerah Tiongkok Utara.
Jurus Panjang diciptakan oleh seorang Jendral Bangsa Han bernama Yue Fei. Yue
Fei juga dikenal sebagai pencipta Jurus Xing Yi Quan, sebuah jurus Butong Pay
(Aliran Wu Dang). Jurus Xing Yi Quan diyakini pertama kali diajarkan di
Propinsi Henan dan Shanxi di masa Dinasti Song (960 – 1279 Sesudah Masehi).
Karena aspek inti gerakan Jurus Panjang dan Mi Zong Quan memiliki persamaan,
maka banyak orang menduga kalau Yue Fei adalah orang yang juga menciptakan Mi
Xong Quan.
Di masa Dinasti Tang, Biara Shaolin mengembangkan Mi Zong
Quan dengan menggabungkan jurus tersebut dengan Jurus Luo Han Quan milik
mereka. Penggabungan ini memunculkan jurus baru yang menjadi salah satu jurus
inti Biara Shaolin, yaitu Mizong Lohan Quan. Hingga hari ini, Mizong Lohan Quan
menjadi salah satu jurus andalan Biara Shaolin yang banyak digunakan, baik untuk
eksibisi (pertunjukan) maupun untuk latihan para biarawan Shaolin.
Huo Yuan Jia mendapatkan pelajaran Mi Zong Quan dari ayahnya
Huo En Di, yang merupakan Generasi Keenam Penerus Aliran Mi Zong Quan. Lewat
beberapa improvisasi yang dilakukan Huo Yuan Jia, maka lahirlah Jurus baru yang
dikenal dengan nama Mi Zong Yi.
Keunikan gerakan Mi Zong Yi terletak pada gerakan
tangan yang menipu lawan, di mana tangan yang satu mengalihkan perhatian lawan,
sedangkan tangan yang lain melakukan gerakan menyerang. Jurus ini
dikombinasikan dengan gerakan kaki, baik lewat tendangan tinggi dan rendah,
serta gerakan kuda-kuda, baik menyamping, maupun ke depan.
Gerakan Mi Zong Yi juga menekankan pada
fleksibiltas gerak tubuh. Dengan demikian, serangan berupa pukulan dan
tendangan tidak harus selalu mengarah ke depan seperti yang biasa digunakan
oleh jurus-jurus lain, tetapi juga bisa dari samping, atas, dan bawah. Fleksibilitas
yang dimiliki Jurus Mi Zong Yi juga memungkinkan pengguna jurus ini bisa
menyerang dari jarak jauh maupun dekat.
FAKTA SANG PENDEKAR :
1. Banyak
penonton mengira kalau tokoh Chen Zhen di film Fist of Fury adalah sosok yang
benar-benar ada. Padahal Chen Zhen adalah tokoh fiktif yang merupakan kreasi
penulis skenario Ni Kuang. Karakter Chen Zhen menjadi sangat terkenal karena
diperankan dengan sangat meyakinkan oleh Bruce Lee.
Karakter Chen Zhen
diyakini banyak orang terinspirasi dari Liu Zhen Sheng, yang merupakan murid
kesayangan Huo Yuan Jia.
2. Banyak
orang yang juga berpendapat kalau Jing Wu adalah padepokan bela diri fiktif dan
hanya ada di film saja. Faktanya, Padepokan Jing Wu benar-benar ada. Huo Yuan
Jia dan beberapa Guru Bela Diri dari berbagai Aliran mendirikan Padepokan Jing
Wu di Shanghai tanggal 7 Juli 1910.
Padepokan
Jing Wu merupakan padepokan bela diri pertama yang bertransformasi menjadi
Institut Seni Bela Diri di Tiongkok, di mana padepokan itu tidak saja mengajari
siswanya belajar bela diri, tetapi juga belajar hal-hal yang berhubungan dengan
sejarah dan perkembangan bela diri. Karena itu, Padepokan Jing Wu punya
kurikulum sendiri dan jam pelajarannya dibuat seperti Sekolah Regular pada
umumnya.
Padepokan
Jing Wu sempat ditutup oleh Pemerintah Tiongkok pada tahun 1966, namun
diizinkan untuk dibuat kembali pada tahun 1976, pasca Revolusi Budaya Tiongkok
di bawah Pemerintahan Mao Ze Dong berakhir.
Kini Padepokan Jing
Wu telah memiliki 59 cabang di 22 negara di seluruh dunia. Di negara di luar
Tiongkok, Padepokan Jing Wu dikenal sebagai Federasi Jing Wu atau Asosiasi
Atletik Jing Wu (精武体育 – Jing Wu Di Yi Hui).
3. Fist
of Fury merupakan film di mana Jackie Chan mendapatkan pengalaman pertamanya
bermain film. Di film tersebut, Jackie Chan berperan sebagai stunt-double
(pemeran pengganti) aktor Riki Hashimoto, pemeran Pimpinan dojo Hiroshi Suzuki.
Selain itu, Jackie Chan juga berperan sebagai salah seorang murid di Padepokan
Jing Wu, dan sepanjang film dia tidak mengucapkan sepatah kata pun.
4. Saat
pengambilan gambar adegan di taman (ketika Chen Zhen dilarang masuk ke dalam
taman), Bruce Lee kaget saat membaca papan tulisan yang terpampang di pintu taman.
Papan itu bertuliskan “Orang Tionghoa dan binatang berkaki empat dilarang masuk
ke taman”.
Bruce Lee
sama sekali tidak tahu tentang rencana pemasangan papan tulisan tersebut. Dan
ketika dia membaca tulisan pada papan itu, Bruce Lee sangat marah dan tidak mau
melanjutkan proses shooting. Dia bersitegang dengan Sutradara Lo Wei, karena
menganggap tulisan itu sangat menghina martabatnya sebagai orang Tionghua.
Namun setelah Lo Wei menjelaskan alasan penulisan itu adalah untuk
membangkitkan semangat nasionalisme penonton, Bruce Lee akhirnya setuju
melanjutkan proses pengambilan gambar.
Meski
demikian, setelah proses shooting film Fist of Fury selesai, Bruce Lee
memutuskan untuk tidak lagi bekerja sama dengan Lo Wei.
Sebagai informasi,
sebelum bekerja sama di film Fist of Fury, Bruce Lee dan Lo Wei sebelumnya
telah bekerja sama di film The Big Boss. Film itu merupakan film pertama Bruce
Lee yang membuatnya menjadi aktor internasional.
5. Saat
dirilis di Amerika Serikat tahun 1971, film Fist of Fury dirilis berbarengan
dengan film Bruce Lee yang lain berjudul The Big Boss. Saat tayang di bioskop, terjadi
kesalahan dalam penulisan judul filmnya, sehingga kedua film tersebut dirilis
dengan judul yang keliru : film Fist of Fury dirilis di Amerika Serikat dengan
judul The Chinese Connection, sedangkan film The Big Boss dirilis dengan judul
Fist of Fury.
Judul kedua film yang
keliru tersebut tetap digunakan hingga tahun 2005. Pada tahun 2005, film Fist
of Fury dirilis ulang di Amerika Serikat dalam bentuk DVD dengan menggunakan
judul aslinya. Sedangkan DVD film The Big Boss tidak berubah dan tetap menggunakan
judul Fists of Fury (dengan tambahan huruf “S” dibelakang kata “Fist”).
6. Sejak
film Fist of Fury sukses, banyak produser yang kemudian membuat film yang
mengangkat kisah hidup Huo Yuan Jia dan Chen Zhen, baik dibuat dalam bentuk
film layar lebar maupun serial televisi.
Hingga hari ini, sudah ada 5 film layar lebar dan 8 serial televisi yang
dibuat dengan cerita tentang kisah hidup Huo Yuan Jia dan Chen Zhen. Kebanyakan
menggunakan alur cerita yang mirip dengan film Fist of Fury.
Beberapa film
layar lebar yang mengisahkan petualangan Chen Zhen antara lain Fist of Legend
(1994) yang diperani Jet Li sebagai Chen Zhen, Hero Youngster (2004) yang
diperani Tsui Siau Lung, dan yang paling
anyar adalah Legend of The Fist : The Return of Chen Zhen (2010) yang diperani
Donnie Yen.
Sedangkan
untuk serial televisi, beberapa yang terkenal adalah The Legendary Fok (1981)
yang diperani Wong Yuen Sun sebagai Huo Yuan Cia dan Liang Xiao Long sebagai
Chen Zhen, Fist of Fury (1995) yang diperani Donnie Yen, Chen Zhen (2001) yang
diperani Vincent Zhao / Zhao Wen Zhuo sebagai Huo Yuen Jia dan Wu Yue sebagai
Chen Zhen, dan Huo Yuan Jia (2008) yang diperani Ekin Cheng / Cheng Yi Cien
sebagai Huo Yuan Jia dan Jordan Chan / Chen Xiao Chun sebagai Chen Zhen.
Dari semua adaptasi
layar lebar dan serial televisi yang pernah dibuat, film layar lebar Fist of
Legend (1994), Fearless(2006), dan Legend of The Fist: The Return of Chen Zhen
(2010) adalah 3 adaptasi yang hingga hari ini merupakan adaptasi terbaik yang
pernah dibuat.
Fist of
Legend (精武英雄)
disutradarai Gordon Chan dan diperani oleh Jet Li (sebagai Chen Zhen), Chen
Siau Hau, Yasuaki Kurata, dan Shinobu Nakayama. Meski jalan ceritanya mengikuti
alur yang sangat mirip dengan film Fist of Fury, namun film Fist of Legend menjadi
memorabel karena koreografi pertarungannya yang sangat realistis. Koreografer
perkelahian film ini adalah Yuen Woo Ping, yang juga terkenal sebagai sutradara
film-film kungfu. Adegan perkelahian di film Fist of Legend inilah yang
kemudian menginspirasi Duo Sutradara Wachowski Bersaudara untuk mengajak Yuen
Woo Ping bekerja sama menggarap koreografi perkelahian di film trilogi The
Matrix. Selain itu, Gaya Koreografi Perkelahian film Fist of Legend ini pun
nantinya menjadi tren dan sering dipakai oleh film-film eksyen lain era tahun
1990-an. Beberapa film populer yang menggunakan gaya tersebut adalah : Hitman
(1998), Romeo Must Die (2000), dan Kiss of the Dragon (2001). Uniknya, kesemua
film tersebut diperan-utamai oleh Jet Li.
Fearless
disutradarai Ronny Yu dan diperani oleh Jet Li (sebagai Huo Yuen Jia), Dong
Yong, Collin Chou, dan Betty Sun. Film ini mengangkat cerita kisah hidup Huo
Yuan Jia sejak dia kecil hingga meninggal karena diracun. Aslinya, film ini
berdurasi 140 menit. Namun karena dianggap terlalu panjang, maka saat
ditayangkan di bioskop, durasi film ini dikurangi menjadi 105 menit.
Menariknya, dalam versi asli berdurasi 140 menit, ada adegan Jet Li bertarung
dengan Michelle Yeoh dan seorang petarung Muaythai yang diperani Somluck Kamsing.
Adegan itu dibuang dan tidak muncul di versi layar lebar.
Setahun
kemudian (2007), DVD Fearless dirilis. Dalam DVD itu, adegan perkelahian Jet Li
dengan petarung Muaythai dimunculkan, sehingga durasi film menjadi 110
menit. Tidak lama berselang, DVD Fearless
versi Director’s Cut dirilis. Selain menampilkan pertarungan Jet Li dengan Michelle
Yeoh dan Petarung Muaythai, versi ini juga menambahkan latar belakang dan kisah
hidup Nyonya Yang (diperani Michelle Yeoh) di mana karakter ini sama sekali
tidak pernah ada di film Fearless sebelumnya. Kisahnya pun mengalami perubahan,
di mana kisah hidup Huo Yuan Jia justru diceritakan dari sudut pandang Nyonya
Yang, bukan dari sudut pandang Huo Yuan Jia seperti yang ditampilkan di film
yang ditayangkan di bioskop.
Dan yang
terakhir adalah Legend of The Fist : The Legend of Chen Zhen (精武風雲-陳真) disutradarai oleh Andrew Lau, dengan diperani Donnie Yen
(sebagai Chen Zhen), Shu Qi, Anthony Wong, Huang Bo, dan Kohata Ryu. Film ini
merupakan sekuel dari film Fist of Legend (1994) yang diperani Jet Li. Meski mengambil cerita yang sama sekali
sangat baru dan nyaris tidak berhubungan dengan cerita Fist of Fury maupun Fist
of Legend, film Legend of The Fist menjadi film yang banyak mendapatkan pujian
karena menampilkan elemen khas Bruce Lee. Hal ini disengaja karena film ini
dibuat sebagai kenangan untuk Bruce Lee. Selain pertarungan Chen Zhen melawan
para murid Sekolah Judo, film ini juga menampilkan adegan Chen Zhen mengenakan
topeng superhero. Topeng itu merupakan topeng yang pernah dipakai Bruce Lee
saat dia bermain sebagai Kato di serial televisi Hollywood berjudul The Green
Hornet.
Hal paling
menarik dari film Legend of The Fist adalah koreografi perkelahiannya yang
dibuat oleh Donnie Yen. Donnie Yen memasukkan unsur bela diri campuran (Mixed
Martial Arts) dalam koreografinya, seperti Brazillian Jiu-Jitsu, Judo, Karate,
Tinju, Muaythai, Gulat, Jeet Kun Do, dan Wing Chun. Penggunaan Mixed Martial Arts ini membuat
adegan perkelahian film ini terlihat sangat realistis dan sadis.
Selain itu, di film
Legend of the Fist, Donnie Yen juga menyertakan penggunaan senjata Nunchaku
atau Xuang Cie Kun yang merupakan senjata yang digunakan Bruce Lee saat bermain
di film Fist of Fury. Xuang Cie Kun merupakan senjata berupa dua buah batang kayu tebal sepanjang
25 – 30 sentimeter yang dihubungkan dengan rantai besi sepanjang 20 sentimeter.
Senjata ini merupakan senjata tradisional dari wilayah Fujian, yang kini telah
diklaim sebagai senjata bela diri milik Jepang.
Bruce Lee menggunakan senjata ini di film Fist of Fury, dan menggunakannya
kembali di film film terakhirnya, Game of Death. Gaya Bruce Lee menggunakan Xuang Cie Kun
dengan memutar-mutarkan senjata itu ke tubuhnya, menjadi gaya khas Bruce Lee
yang hingga hari ini banyak ditiru orang.
Bagus uraian sinopsisnya lwngkap
ReplyDelete