Disiarkan : 17 Desember 2016
滄海笑,滔滔兩岸潮,
(Chang Hai Xiao, Dhao Dhao Liang An Chao)
浮沉隨浪,記今朝。
(Fu Chen Suei Lang, Ci Cing Cao)
蒼天笑,紛紛世上滔,
(Chang Thien Xiao, Fen Fen Se Sang Hao)
誰負誰勝出?天知曉。
(Sei Fu Sei Sen Chu, Thien Ce Xiao)
江山笑,煙雨遙,
(Ciang San Xiao, Yen Yi Yao)
濤浪濤盡,紅塵俗事知多少?
(Dhao Lang Dhao Cing, Hong Chen Cu Se Ce
Duo Sao?)
清風笑,竟惹寂寥,
(Cing Feng Xiao, Cing Re Ci Liao)
豪情還賸了一襟晚照。
(Dhao Ching Hai Seng Le Yi Ching Wan
Cao)
蒼生笑,不再寂寥,
(Chang Seng Xiao, Bu Cai Ci Liao)
豪情仍在,癡癡笑笑。
(Bhao Ching Ren Cai, Che Che Xiao Xiao)
Rangkaian kata-kata puitis di atas merupakan lirk lagu滄海一聲笑
(Chang Hai Yi Seng Xiao) atau Suara Tawa dari Tengah Lautan. Lirik lagu ini
bercerita tentang indahnya dunia yang diciptakan Tuhan. Ombak di lautan, Gunung-gunung, Awan, Rerumputan, serta semua ciptaan Tuhan
menikmati keindahan alam dengan tertawa dan bersuka cita. Tetapi anehnya,
manusia justru tidak dapat menikmati keindahan alam tersebut. Mereka terlalu
sibuk menjalani kehidupan di dunia ini dengan hati penuh kepahitan, dengki,
dendam , benci, saling bermusuhan, dan bertikai.
Padahal hidup itu sangat singkat. Semestinya di waktu yang singkat ini,
kita menikmati hidup dengan rasa bersyukur dan penuh suka cita. Menjalani hidup
dengan hati penuh rasa syukur, bahagia dan suka cita, akan membuat hidup lebih
menyenangkan dan bermakna.
Bicara tentang menjalani hidup dengan hati damai dan bahagia, hari ini
YANG GUO akan mengajak Pendengar untuk berkenalan dengan seorang Pendekar yang
terkenal karena keceriaannya. Meski tampak bahagia, namun sebenarnya di masa
mudanya, Pendekar ini adalah orang yang dihina, direndahkan, dicemooh, bahkan
diasingkan oleh pendekar yang lain.
Walau demikian, Pendekar ini menerima semua hinaan tersebut dengan hati
suka-cita dan menjalani hidupnya dengan bahagia. Tidak heran jika dia kemudian
dikenal dengan Julukan Pendekar Hina Kelana. Pendekar ini bernama Ling Hu
Chong.
Ling Hu Chong adalah karakter fiktif yang ada di novel XIAO AU CIANG HU (The Smiling
Proud Wanderer) atau di Indonesia dikenal dengan Kisah Pendekar Hina Kelana.
XIAO AU CIANG HU adalah cerita silat karya Jing Yung (Louis Cia). Cerita
ini pertama kali diterbitkan dalam bentuk cerita bersambung yang dimuat di
Harian Ming Bao – Hong Kong yang terbit antara tanggal 20 April 1967 – 12
Oktober 1969. Cerita Bersambung XIAO AU CIANG HU sangat sukses, sehinga dicetak
dalam bentuk novel dan dirilis beberapa
saat setelah kisah tersebut selesai diterbitkan harian Ming Bao.
Novel ini menjadi salah satu novel terlaris Jing Yung yang terkenal
hingga ke manca negara, termasuk negara Eropa dan Amerika. Ketika dirilis di luar
negeri, novel XIAO AU CIANG HU dirilis dalam beberapa judul : The Wandering
Swordsman, Laughing in the Wind, The Peerles Gallant Errant, State of Divinity,
dan The Proud and Gallant Wanderer.
Di Indonesia, kisah Xiao Au Jiang Hu pertama kali diterbitkan dalam
bentuk novel pada tahun 1969. Novel tersebut diterjemahkan oleh Gan K.L. dan diterbitkan
oleh Pantja Satya – Semarang dengan Judul Pendekar Hina Kelana, Balada Kaum
Kelana, atau Siau Go Kang Ouw . Novel ini pun sangat sukses, sehingga kemudian
dibuat versi komiknya yang diterbitkan tahun 1972.
SEJARAH
SANG PENDEKAR
Ling Hu Chong adalah karakter fiktif yang ada di novel XIAO AU CIANG HU
karya Jing Yung. Novel XIAU AU CIANG HU
merupakan novel ketiga belas dari Jing Yong, setelah dia merilis novel-novel
populer seperti Legend of Condor Heroes, Return of Condor Heroes, Heaven Sword
and Dragon Sabre, Sword Stained with Royal Blood, dan lain-lain.
XIAO AO JIANG HU mengisahkan
tentang perseteruan antara Kelompok Aliran Lurus dan Aliran Sesat. Aliran Lurus
adalah kelompok yang tergabung dalam Persatuan Lima Perguruan Pedang (Wu Yue
Jian Pai) yang terdiri dari Padepokan Song Shan, Tay Shan, Hen Shan, Hua Shan,
dan Heng Shan. Sedangkan Aliran Sesat dipimpin oleh Dong Fang Bu Bai, seorang Penjahat
berilmu sangat tinggi Pempimpin Kelompok Matahari dan Bulan.
Meski menyebut diri mereka
sebagai Kelompok Aliran Lurus, namun faktanya orang-orang di dalam kelompok
tersebut nyatanya adalah orang-orang yang tidak lebih baik daripada Kelompok Matahari
dan Bulan. Mereka melakukan tindak korupsi, penipuan, penindasan terhadap
rakyat.
Tidak hanya itu saja. Perguruan
Hua Shan, pimpinan Guru Wu, yang menyebut diri mereka sebagai Kelompok Paling
Bersih dan Lurus, bahkan sering melakukan tindakan keji. Dengan alasan
menegakkan keadilan, Guru Wu tega membunuhi orang-orang yang dianggap
berseberangan dengan Kelompok Aliran Lurus dan membela Aliran Sesat. Guru Wu
bahkan tega memfitnah dan mengorbankan murid-muridnya hanya demi mendapatkan nama dan dipercaya sebagai
Kelompok yang Bersih dan Paling Dapat dipercaya.
Ling Hu Chong adalah seorang
murid Perguruan Hua Shan yang sangat jujur, baik, dan lugu. Sejak kecil, dia
telah diasuh di perguruan tersebut dan bersahabat dengan Yue Ling Shan, anak
Guru Wu. Saat tumbuh dewasa, keduanya
saling jatuh cinta. Tetapi Guru Wu tidak setuju dengan hubungan mereka dan menganggap
hubungan mereka adalah aib bagi Perguruan Hua Shan. Karena itu Guru Wu kemudian
mengusir Ling Hu Chong dari Perguruan Hua Shan.
Ling Hu Chong pun berkelana dan
berkenalan dengan Ren Ying Ying, seorang wanita pemimpin Ranting Kelompok Matahari
dan Bulan. Perkenalan itu membawa Ling Hu Chong bertemu dengan Dong Fang Bu
Bai, Pemimpin Tertinggi Kelompok Matahari dan Bulan, yang kemudian menciptakan
kisah cinta segitiga di antara mereka.
Selain menjalin asmara dengan Ren
Ying Ying dan Dong Fang Bu Bai, Ling Hu Chong juga banyak bertemu dengan para
pendekar yang mengajarinya ilmu pedang tingkat tinggi. Salah satunya adalah
Kakek Fung yang tidak lain Pendiri Perguruan Hua Shan. Dia meninggalkan Hua
Shan ketika mengetahui perilaku buruk Guru Wu. Kakek Fung kemudian mengajari
Ling Hu Chong ilmu Du Gu Jiu Cien (9 Pedang Du Gu) yang merupakan ilmu pedang
tertinggi di jagat dunia persilatan. Dengan ilmu inilah Ling Hu Chong akhirnya
menjadi Pendekar Sakti tanpa tanding.
Dengan kemampuan yang
dimilikinya, Ling Hu Chong kemudian berpetualang untuk melakukan kebaikan bagi
orang-orang yang tertindas.
Timbul pertanyaan, mengapa Ling Hu Chong kemudian dijuluki Pendekar
Hina Kelana? Ada 3 alasan yang dapat
menjelaskan tentang julukan yang didapat Ling Hu Chong tersebut.
Pertama, saat telah menguasai Jurus Du Gu Jiu Cien, usia Ling Hu Chong
masih sangat muda dan statusnya hanyalah seorang murid rendahan dari Perguruan
Hua Shan. Karena statusnya inilah, maka dia dipandang remeh oleh para pendekar berilmu
tinggi yang telah malang-melintang cukup lama di dunia persilatan.
Kedua, Ling Hu Chong adalah pendekar yang melakukan banyak hal tabu di
dunia persilatan sehingga tindakannya tersebut dianggap hina oleh para pendekar
dunia persilatan. Setidaknya ada 3 tindakan Ling Hu Chong yang dianggap sangat
memalukan dunia persilatan:
Tindakan Hina Pertama, Ling Hu Chong pernah jatuh hati dan menjalin
hubungan asmara dengan adik seperguruannya, yang mana hubungan ini adalah
hubungan tabu yang tidak pantas dilakukan oleh sesama saudara seperguruan.
Hubungan ini jelas membuat malu Perguruan Hua Shan tempat Ling Hu Chong menimba
ilmu.
Tindakan hina kedua, Ling Hu Chong menjalin hubungan asmara dengan Ren
Ying Ying, wanita dari Perkumpulan Aliran Sesat Matahari dan Bulan. Di mata
para Pendekar, hubungan asmara itu sebagai tanda Ling Hu Chong menyerah dan
takluk pada musuh. Karena itu, tindakan ini dianggap sangat memalukan dan
merendahkan harga diri seorang pendekar.
Dan tindakan hina terakhir yang pernah dilakukan Ling Hu Chong –
sekaligus tindakan paling rendah dan memalukan menurut seluruh pendekar dunia
persilatan– adalah dia jatuh cinta pada Penjahat Paling Kejam di Dunia
Persilatan bernama Dong Fang Bu Bai.
Dong Fai Bu Bai sebenarnya adalah seorang pria. Dia sangat berhasrat
untuk menguasai ilmu tertinggi di dunia persilatan, yaitu ilmu Kitab Bunga
Matahari. Namun ilmu itu memiliki aura feminim dan hanya mungkin dikuasai oleh
wanita. Agar mampu mampu menguasai ilmu tersebut, Dong Fang Bu Bai kemudian mengebiri
dirinya sendiri. Setelah itu, kepribadian
dan wajah Dong Fang Bu Bai berubah menjadi wanita. Karena parasnya yang
cantik,Dong Fang Bu Bai berhasil menarik perhatian Ling Hu Chong dan mereka pun
saling jatuh cinta.
Kisah cinta Ling Hu Chong dan Dong Fang Bu Bai ini sangatlah memalukan oleh
para pendekar dunia persilatan karena seorang pria tulen seperti Ling Hu Chong tidak
sepatutnya jatuh cinta pada seorang wanita transgender seperti Dong Fang Bu
Bai.
Dan alasan terakhir mengapa Ling Hu Chong disebut Pendekar Hina Kelana
adalah sikapnya yang tidak terlalu ambil pusing dengan omongan semua orang.
Daripada mendengar gosip dan omongan orang, dia memilih berkelana untuk menimba
ilmu dan fokus mencari cara untuk melakukan kebaikan bagi banyak orang.
Meski kedengaran seperti cerita silat yang ringan, novel Xiao Au Jiang
Hu sebenarnya merupakan cerita silat yang cukup rumit karena melibatkan begitu
banyak karakter, intrik, dan konflik politik yang tidak mudah dipahami oleh
pembaca awam.
Hingga hari ini, kisah Xiao Au Jiang Hu telah diadaptasi ke dalam 4
film layar lebar, 7 serial televisi, 2 drama panggung, 1 seri komik manhua
(total 26 episode), dan 1 video game.
Dari sekian banyak adaptasi yang telah dibuat, film layar lebar The
Swordsman (dirilis 5 April 1990) merupakan film yang memiliki kualitas cerita
di atas adaptasi-adaptasi yang lain. Jika film layar lebar dan serial televisi
Xiao Au Jiang Hu biasanya menampilkan kerumitan cinta segitiga Ling Hu Chong, Ren
Ying Ying, dan Dong Fang Bu Bai, maka film The Swordsman lebih menampilkan
konflik dan intrik politik.
Banyak kritikus yang memuji film The Swordsman karena merupakan
satu-satunya adaptasi yang mampu menangkap esensi cerita Xiao Au Jiang Hu yang rumit dan kompleks, serta mampu menampilkan
menjadi sebuah film dengan cerita yang lebih sederhana dan mudah dipahami.
Film The Swordsman disutradarai oleh King Hu, diproduseri Tsui Hark,
serta diperani oleh Samuel Hui, Cecilia Yip, Jacky Cheung, Chang Min, Yuen Hua,
Lim Ching Ying, dan Wu Ma. Saat dirilis pertama kali tanggal 5 April 1990, film
berdurasi 120 menit ini mendapatkan respon yang sangat positif dari para penonton
dan kritikus film.
Selain sukses dalam pendapatan finansial, Film ini pun memenangi banyak
penghargaan bergengsi di dunia perfilman Hong Kong. Di 10th Annual Hong Kong
Film Awards, film The Swordsman meraih penghargaan Best Action Choreography dan
Best Song (滄海一聲笑
- Chang Hai Yi Seng Xiao - dinyanyikan oleh Samuel Hui). Sedangkan di
27th Annual Golden Horse Awards, film ini meraih penghargaan Outstanding
Feature, Best Supporting Actor (Jacky Cheung), dan Best Song.
The Swordsman adalah film yang
menghidupkan kembali genre wuxia (atau film silat) yang sempat menghilang di
pertengahan era 1980-an, baik di layar lebar maupun serial televisi. Sejak film
The Swordsman sukses, film-film wuxia meraih kejayaannya kembali dan sepanjang
tahun 1990-an, banyak film wuxia yang dirilis di layar bioskop dan serial
televisi.
KISAH
SANG PENDEKAR
Di masa Dinasti Ming, di bawah Pemerintahan Kaisar Wanli (1563 – 1620),
terjadi sebuah kejadian yang mengejutkan.
Seorang pria misterius berhasil memasuki Istana Kerajaan yang dijaga
ketat dan mencuri Kitab Bunga Matahari.
Kitab Bunga Matahari merupakan kitab ilmu bela diri yang sangat luar
biasa. Kitab itu tidak saja membuat seseorang memiliki kemampuan bela diri yang
tidak terkalahkan, tetapi juga memiliki kekuatan supranatural sehingga bisa
melihat banyak hal yang tidak dapat dilihat orang awam. Selain itu, kitab
tersebut mampu membuat orang yang menguasainya tidak dapat mati. Kitab tersebut
menjadi incaran banyak orang dan telah selama bertahun-tahun diperebutkan di
dunia Kang Aw atau Dunia Persilatan. Di saat banyak orang berusaha merebutnya,
kitab itu kemudian dinyatakan hilang. Padahal diam-diam, kitab itu disimpan oleh
Kaisar di dalam Istana Kerajaan dan dijaga dengan sangat ketat.
Berita tentang keberadaan Kitab Bunga Matahari tersebut ternyata
mengejutkan banyak orang, termasuk Kasim Kepercayaan Kaisar bernama Gu Jin Fu.
Diam-diam dia ternyata sudah lama mencari Kitab Bunga Matahari. Maka ketika mendengar kabar Kitab itu dicuri
orang dari Istana, Kasim Gu mengajukan diri untuk mencari Kitab tersebut.
Apabila dia mendapatkan Kitab Bunga Matahari, maka akan ada 2 keuntungan yang
diperolehnya : Pertama, dia bisa membuat duplikat Kitab itu dan mempelajarinya
sendiri, dan Kedua, dia makin disayang oleh Kaisar karena dianggap telah
menyelamatkan Pusaka Kerajaan.
Ou Yang Quan, salah seorang pengawal kepercayaan Kasim Gu, mencurigai
kalau pelaku pencurian Kitab Bunga Matahari tersebut adalah Lim Cen Nan,
seorang petugas kerajaan yang baru-baru ini mengundurkan diri karena tidak
setuju dengan kebijakan yang dilakukan oleh Kasim Gu Jin Fu. Mendapat laporan
Ou Yang Quan mengenai kemungkinan keterlibatan Lim Cen Nan, Kasim Gu segera
mengutus seluruh pasukannya untuk mengepung kampung tempat tinggal Lim Cen Nan.
Mengetahui nyawanya terancan, Lim Cen Nan kemudian meminta bantuan
sahabatnya pemilik Perguruan Hua Shan,
Guru Besar Wu. Sementara itu, pengikut Lim Cen Nan sendiri telah
mempersiapkan diri untuk berperang melawan pasukan Kasim Gu Jin Fu apabila
pasukan tersebut menyerang kampung mereka.
Guru Besar Wu kemudian mengutus dua orang Muridnya – Ling Hu Chong dan
Yue Ling Shan – untuk membantu Lim Cen Nan. Saat memasuki kampung Lim Cen Nan,
mereka dihadang oleh pasukan Kasim Gu Jin Fu. Ling Hu Chong dan Yue Ling Shan
pun menyerang para prajurit Kasim Gu Jin Fu untuk bisa masuk ke kampung Lim Cen
Nan. Mereka akhirnya berhasil menembus
pertahanan pasukan Kasim Gu. Tapi sayangnya, surat pengantar yang mereka bawa
terjatuh dan didapat oleh Kasim Gu Jin Fu.
Saat Ling Hu Chong dan Yue Ling Shan menghadap Lim Cen Nan, mereka disangka
pengikut Kasim Gu yang menyamar karena surat pengantar yang mereka bawa hilang.
Maka untuk membuktikan jati dirinya, Ling Hu Chong kemudian
memperagakan jurus-jurus khas Hua Shan pada para pengikut Lim Cen Nan.
Beruntung Lim Cen Nan mengenal jurus-jurus Hua Shan, dan akhirnya
menerima kedua murid Hua Shan itu. Saat beristirahat di kamarnya, Lim Hu Chong
dan Yue Ling Shan baru menyadari kalau kondisi di kampung Lim Cen Nan sangat
gawat sekali. Daripada mati konyol, mereka berencana untuk kabur dari kampung
itu tengah malam nanti.
Sementara itu, diam-diam Kasim Gu meminta bantuan Zuo Leng Shan,
pemimpin Kelompok 5 Arah untuk membantunya menyerang Lim Cen Nan.
Kehadiran Zuo Leng Shan justru dianggap Ou Yang Chuan sebagai ancaman karena saat itu
Ou Yang Chuan sedang mendekati Kasim Gu agar mendapat kepercayaan dan bisa naik
jabatan. Apabila Zuo Leng Shan lebih dipercaya, maka Ou Yang Chuan akan menjadi
tidak berguna dan dirinya tidak bisa mendapatkan promosi jabatan dari Kasim Gu.
Ou Yang Chuan mencoba membujuk Kasim Gu agar tidak memakai Zuo Leng
Shan karena pasukan pimpinan Ou Yang Chuan sudah mampu mengalahkan Lim Cen Nan.
Namun Kasim Gu tetap pada keputusannya untuk meminta bantuan Zuo Leng Shan.
Selain kemampuan Zuo Leng Shan dan pasukannya jauh lebih baik daripada Ou Yang
Chuan, kehadiran murid Gunung Hua yang membantu Lim Cen Nan jelas akan sangat
merepotkan. Jika Padepokan Gunung Hua bekerja sama dengan Lim Cen Nan, kekuatan
mereka menjadi sangat kuat, sehingga tidak mungkin hanya mengandalkan pasukan Ou
Yang Chuan yang notabene hanya pengawal biasa dengan kemampuan bela diri
pas-pasan.
Tepat tengah malam, kedua murid
Gunung Hua Lim Hu Chong dan Yue Ling
Shan memutuskan untuk kabur dari perkampungan itu. Sebelum rencana mereka
kesampaian, Zuo Leng Shan dan pasukannya telah menyerbu masuk ke dalam
perkampungan. Mereka berniat menghabisi Lim Cen Nan dan semua pengikutnya. Maka terjadilah pertarungan di antara
pengikut Lim Cen Nan dan pasukan Zuo Leng Shan.
Secara tidak sengaja, Yue Ling Shan mengaktifkan dinamit yang disimpan
oleh pengikut Lim Cen Nan. Akibatnya dinamit itu meledak dan menghancurkan rumah
Lim Cen Nan. Beruntung sebelum ledakan, Lim Hu Chong berhasil menyelamatkan Lim
Cen Nan, dan membawanya bersembunyi di hutan.
Zuo Leng Shan ternyata berhasil menangkap istri Lim Cen Nan. Dia
mengancam akan membunuh istri Lim Cen Nan jika Lim Cen Nan tidak mau keluar
dari persembunyiannya. Dalam kondisi
terdesak, Lim Cen Nan membisiki Lim Hu Chong dan memberitahukannya di mana
Kitab Bunga Matahari disimpan. Dia meminta Lim Hu Chong untuk menyampaikan hal
ini pada anaknya yang bernama Lim Ping Zhi.
Setelah memberitahu hal itu, Lim Cen Nan keluar dari persembunyiannya.
Namun dia kemudian tewas setelah dipanah oleh Zuo Leng Shan.
Lim Hu Chong dan Yue Ling Shan kemudian melarikan diri. Mereka kemudian
melakukan perjalanan mencari Lim Ping Zhi untuk menyampaikan pesan terakhir
ayahnya.
Di tempat berbeda, Ou Yang Chuan memerintahkan pasukannya untuk
menghabisi semua orang di kampung tempat tinggal Lim Cen Nan, lalu membakar
mayat mereka. Agar tidak dicurigai oleh Pejabat terkait, Ou Yang Chuan
memfitnah Kelompok Matahari dan Bulan sebagai pelaku aksi tidak
berprikemanusiaan tersebut. Kelompok
Matahari dan Bulan adalah kelompok nomaden yang biasa tinggal di padang gurun.
Kehadiran mereka sudah lama dianggap mengganggu ketentraman, sehingga dengan
memfitnah kelompok tersebut, maka Pemerintah punya alasan untuk menyingkirkan –
bahkan jika perlu membinasakan – kelompok tersebut.
Kasim Gu setuju dengan apa yang dilakukan Ou Yang Chuan. Tanpa menunggu
persetujuan Pemerintah Pusat, Kasim Gu
segera mengeluarkan Maklumat untuk menghabisi Kelompok Matahari dan Bulan
karena dianggap telah mengganggu ketentraman dan melakukan pembunuhan terhadap
Lim Ce Nan dan para pengikutnya.
Zuo Leng Shan dan pasukannya kemudian ditugaskan memburu Lim Hu Chong
dan Yue Ling Shan agar tidak melaporkan aksi pembunuhan Lim Cen Nan pada
gurunya. Lim Hu Chong dan Yue Ling Shan terus melarikan diri hingga ke sebuah
dermaga. Di sana sedang ada prosesi pelepasan Guru Besar Liu Zheng Feng yang pensiun dari dunia persilatan. Diam-diam, Lim
Hu Chong dan Yue Ling Shan bersembunyi di dalam perahu milik Guru Liu. Di sana
mereka bertemu dengan Qu Yang, yang tidak lain adalah Ketua Kelompok Matahari
dan Bulan yang juga pensiun dari dunia persilatan. Qu Yang juga bersembunyi di dalam perahu
karena mengetahui dirinya dirinya juga sedang dikejar oleh Zuo Leng Shan.
Ketika Guru Liu naik ke perahunya, Zuo Leng Shan dan pasukannya
berusaha memasuki perahu Guru Liu untuk menggeledah isinya. Namun tindakan Zuo
dihadang oleh para pendukung dan murid Guru Liu. Pertikaian pun tidak
terelakkan di dermaga. Sementara keributan terjadi di dermaga, Guru Liu
berhasil meninggalkan dermaga. Tanpa
engaja Zuo Leng Shan melihat Qu Yang di perahu itu. Dia segera memerintahkan
pasukannya untuk mengambil kapal dan mengejar perahu Guru Liu.
Di dalam perahu, Guru Liu lalu bernostalgia dengan Qu Yang. Mereka
ternyata adalah sahabat lama yang telah bersahabat selama 40 tahun. Saat masih
aktif di dunia persilatan, mereka menciptakan lagu berjudul “XIAO AO JIANG HU”.
Lagu tersebut menggambarkan suka-duka mereka selama menjalani hidup di dunia
persilatan. Karena itu, mereka pun bersama-sama menyanyikan lagu itu sepanjang
perjalanan.
Pendengar, nyanyian Guru Liu dan Qu Yang terhenti ketika perahu mereka
diterjang kapal perang Zuo Leng Shan. Zuo Leng Shan menyerang perahu yang
ditumpangi Guru Liu, Qu Yang, Lim Hu Chong dan Yue Ling Shan. Guru Liu mencoba
menghalangi niat Zuo Leng Shan untuk mencelakai sahabatnya. Namun imu Zuo Leng
Shan rupanya sangat jauh di atas Guru Liu. Dia tidak saja berhasil melukai Guru
Liu, tetapi dia pun berhasil membunuh Qu Yang.
Beruntung Lim Hu Chong berhasil mengalihkan perhatian Zuo Leng Shan,
sehingga mereka pun dapat melarikan diri.
Dalam kondisi terluka parah, Guru Liu menyerahkan gulungan kertas
berisi catatan lagu “XIAO AU JIANG HU” kepada Lim Hu Chong. Karena yakin sudah tidak mungkin bisa sembuh
dari lukanya, Guru Liu pun bunuh diri, menyusul kematian sahabatnya.
Lim Hu Chong dan Yue Ling Shan melanjutkan
perjalanan mereka kembali. Tetapi di tengah perjalanan, Yue Ling Shan sakit,
sehingga mereka pun memutuskan untuk beristirahat di sebuah bekas rumah yang
terbakar. Di dalam rumah tersebut, ternyata ada seorang kakek yang juga
menumpang tinggal. Prihatin dengan kondisi sang kakek yang tampak kedinginan
dan lumpuh, Lim Hu Chong memutuskan untuk merawat sang kakek. Saat mereka baru
beristirahat, tiba-tiba Pasukan Kasim Gu mengepung daerah itu. Mereka meminta
Lim Hu Chong dan Yue Ling Shan untuk menyerah.
Lim Hu Chong menyuruh Yue Ling Shan pergi, sedangkan
dia menghadapi pasukan Kasim Gu. Di luar dugaan, Kakek yang tinggal di dalam rumah
tersebut ikut turun tangan. Dia tidak saja melawan pasukan Kasim Gu, tetapi
juga memberikan ilmu pedang pada Lim Hu Chong, yaitu ilmu pedang Du Gu Jiu Cien
(獨孤九劍 ) .
Pendnegar, dengan jurus Du Gu Jiu Cien, sang kakek
pun berhasil mengalahkan para tentara Kasim Gu.
Lim Hu Chong sangat terkesan dengan ilmu pedang sang kakek. Sang kakek
pun menjelaskan kalau jurus Du Gu Jiu Cien tercipta dari serangkaian kegagalan.
Kegagalan membuat orang belajar. Dan dari proses belajar, terciptalah hal baru.
Seperti itulah proses terciptanya Jurus Du Gu Jiu Cien. Sang kakek kemudian
memperkenalkan diri sebagai Si Kakek Fung.
Tanpa Lim Hu Chong ketahui, Kakek Fung sebenarnya
adalah salah seorang pendiri dari Perguruan Gunung Hua. Namun karena ketamakan
Guru Wu, yang kini memimpin perguruan tersebut, Kakek Fung memutuskan untuk
keluar dari perguruan Gunung Hua.
Sementara itu, Kasim Gu berhasil menemukan keberadaan Lim Ping Zhi.
Setelah menemukan Lim Ping Zhi, dia pun dibunuh. Kasim Gu memprediksi Lim Hu Chong pasti
mencari Lim Ping Zhi, karena itu dia menyuruh Ou Yang Quan menyamar menjadi Lim
Ping Zhi. Ou Yang Quan pun mencari keberadaan para murid Perguruan Gunung Hua.
Secara kebetulan, dia menemukan kalau para murid Perguruan Gunung Hua menginap
di sebuah penginapan.
Ou Yang Quan kemudian sengaja melukai dirinya sendiri dan berpura-pura
diserang oleh Pasukan Kasim Gu. Ketika diselamatkan para murid Perguruan Gunung
Hua, dia mengaku dirinya sebagai Lim Ping Zhi, anak dari Lim Ceng Nan. Mengetahui orang yang mereka selamatkan
adalah anak Lim Ceng Nan, sahabat guru mereka, para murid Perguruan Gunung Hua
pun membawa Ou Yang Quan ke perguruan mereka.
Sementara itu, dalam perjalanan mencari Lim Ping Zhi, Lim Hu Chong dan
Yue Ling Shan berpapasan dengan Penduduk Dataran Tinggi Tiongkok yang sedang
melakukan pesta rakyat. Karena diajak dalam pesta itu, maka Lim Hu Chong dan
Yue Ling Shan pun ikut dalam acara tersebut. Tanpa diketahui Lim Hu Chong dan
Yue Ling Shan, para penduduk Dataran Tinggi tersebut adalah Kelompok Matahari
dan Bulan yang saat ini sedang dicari Kasim Gu.
Di tengah pesta, seorang pendekar wanita bernama Phoenix Biru Lan Feng
Huang terpikat oleh Yue Ling Shan. Namun saat dia mendekati Yue Ling Shan, Lim Feng Huang baru mengetahui kalau Yue Ling
Shan adalah perempuan. Ketika Lim Hu
Chong mengajak Yue Ling Shan pergi, Lim Feng Huang yang kecewa melampiaskan
kemarahannya pada Lim Hu Chong. Tetapi Lim Hu Chong berhasil mengalahkan Lim
Feng Huang. Pada waktu itu, Guru Wu dari Perguruan Gunung Hua muncul dan
menyuruh Lim Hu Chong dan Yue Ling Shan pulang ke perguruan mereka.
Di Perguruan Hua Shan, Guru Wu menegur Lim Hu Chong dan Yue Ling Shan
yang dianggap telah melanggar aturan Perguruan Gunung Hua. Sebenarnya kemarahan Guru Wu lebih ditujukan
pada Yue Ling Shan, anak perempuannya yang mengikuti Lim Hu Chong pergi
menjalankan misi berbahaya. Sebagai orang tua, Guru Wu sangat kuatir dengan
keselamatan putrinya tersebut.
Guru Wu kemudian menyebutkan kalau barusan mereka menyelamatkan Lim
Ping Zhi, anak Lim Ceng Nan. Mendengar hal itu, Lim Hu Chong segera mendatangi
Lim Ping Zhi Gadungan dan ingin menyampaikan titipan pesan Lim Ceng Nan sebelum
meninggal. Setelah mengetahui keberadaan Kitab Bunga Matahari, Ou Yang Quan pun
meracuni Lim Hu Chong. Akibatnya Lim Hu Chong pun sekarat.
Untungnya, dia diselamatkan oleh Ketua Kelompok Matahari dan Bulan Ren Ying
Ying. Dengan menggunakan tenaga dalam dan tusuk jarum, dia berhasil
mengeluarkan semua racun yang ada di tubuh Lim Hu Chong. Namun ketika sedang
mengobati Lim Hu Chong, Zuo Leng Shan dan pasukannya menyerbu markas Kelompok Matahari
dan Bulan serta melakukan pembunuhan pada semua anggota Kelompok Matahari dan
Bulan.
Saat Zuo Leng Shan berusaha membunuh Ketua Kelompok Matahari dan Bulan,
Ren Ying Ying berhasil kabur. Pendekar Phoenix Biru – yang merupakan tangan
kanan Ren Ying Ying – kemudian meniupkan peluit, memanggil lebah yang segera mengerubungi
Zuo Leng Shan. Zuo Leng Shan pun akhirnya tewas setelah disengat lebah dan
jatuh ke jurang.
Setelah Lim Hu Chong sembuh, dia pun segera pulang ke Perguruannya
untuk memperingati gurunya kalau Lim Ping Zhi yang ada di perguruan mereka
adalah gadungan. Namun saat tiba di depan perguruannya, Lim Hu Chong sudah
diserang oleh para pengikut Kasim Gu. Namun dia berhasil melewati kepungan
pengikut Kasim Gu dan masuk ke dalam perguruannya.
Di dalam Perguruan Gunung Hua, Guru Wu ternyata diam-diam juga punya
keinginan untuk menguasai Kitab Bunga Matahari. Ketika dia mengetahui
keberadaan Kitab tersebut, dia pun mencuri kitab tersebut. Namun kitab yang
diambilnya malah tertukar dengan gulungan syair lagu “XIAO AU JIANG HU” milik
Lim Hu Chong. Sementara Kitab Bunga Matahari yang asli disimpan oleh Yue Ling
Shan.
Kasim Gu kemudian muncul di Perguruan Gunung Hua dan meminta Guru Wu
menyerahkan Kitab Bunga Matahari. Karena Guru Wu hanya memegang Gulungan Syair
Lagu “Xiao Au Jiang Hu”, maka dia menyerahkan gulungan itu pada Kasim Gu. Kasim
Gu yang merasa dipermainkan kemudian menghendaki agar semua murid Perguruan
Gunung Hua dimusnahkan. Sebelum hal itu terjadi, Yue Ling Shan meminta belas
kasihan dan menunjukkan Kitab Bunga Matahari yang dipegangnya.
Mengetahui Kitab Bunga Matahari dipegang anaknya, Guru Wu merebut Kitab
itu dan mengorbankan Yue Ling Shan untuk dibunuh Kasim Gu. Lim Hu Chong dan
para murid Perguruan Gunung Hua segera menolong Yue Ling Shan. Dan terjadilah
pertarungan antara murid Perguruan Gunung Hua melawan pasukan Kasim Gu.
Rupanya Kasim Gu memiliki kemampuan bela diri yang luar biasa. Meski sudah dikeroyok oleh para murid Gunung
Hua, tetapi dia tidak dapat disentuh. Bahkan dia mampu membuat para murid
Perguruan Gunung Hua pontang-panting.
Di saat genting, secara tidak sengaja Ou Yang Quan menembakkan pistol
dan mengenai Kasim Gu. Ketika Kasim Gu
mencoba melawan kembali, Ren Ying Ying pun melemparkan dinamit ke arah Kasim Gu
sehingga dia pun tewas terkena ledakan dinamit.
Gulungan Kitab Bunga Matahari kemudian dibawa kabur oleh Ou Yang
Quan. Namun Guru Wu mengira Kitab itu
masih dipegang oleh Lim Hu Chong, sehingga dia menyerang Lim Hu Chong dan para
muridnya. Lim Hu Chong membela
teman-temannya. Dan dengan Jurus Du Gu
Jiu Cien, dia berhasil melumpuhkan gurunya.
Di akhir cerita, Lim Hu Chong dan Yue Ling Shan memutuskan meninggalkan
perguruan mereka dan berpetualang melihat dunia yang lebih luas.
Kisah XIAO AO CIANG HU berisi pesan moral yang cukup menarik, yaitu
dalam menjalani hidup ini hendaknya kita menjalaninya dengan hati yang penuh
suka cita dan gembira.
Tidak satu pun manusia yang hidup tanpa masalah. Tapi tidak berarti
dengan adanya masalah, kita harus menjalani hari-hari dengan perasaan berduka,
hati sedih, bahkan melewati hari-hari dengan begitu berat seolah-olah tidak ada
gunanya hidup. Justru masalah akan membuat kita belajar untuk menjadi pribadi
yang lebih baik, dan lebih dewasa. Hidup harus dinikmati dan dijalani dengan
hati yang penuh suka cita. Karena itu, marilah kita menjalani hidup dengan hati
yang bahagia, dan gagah berani, sama seperti arti kalimat XIAO AO JIANG HU,
yaitu “Menertawakan Dunia Persilatan” atau “Tertawa dengan Gagah Berani di
Dunia Persilatan”.
No comments:
Post a Comment