Bagi penggemar film kungfu, istilah "Dong Ya Bing Fu" merupakan kalimat yang sangat umum dan sering ditampilkan dalam film tersebut, terutama saat adegan ketiga seorang Pendekar China sedang berhadapan dengan Petarung dari Jepang (kadang-kadang juga orang Bule).
Istilah ini menjadi sangat populer setelah muncul di film Fist of Fury (1972) yang diperani Bruce Lee. Dalam film tersebut, para petarung Jepang menghina para petarung dari Perguruan Ching Wu (Ching Wu Men) sebagai "Dong Ya Bing Fu". Melihat hal itu, Bruce Lee marah dan menghajar para petarung Jepang tersebut. Sejak saat itulah istilah "Dong Ya Bing Fu" sangat sering dipakai di film-film kungfu yang menampilkan perseteruan petarung Tiongkok dan Jepang, serta menjadi jargon yang membakar semangat para petarung Tiongkok.
Sebenarnya "Dong Ya Bing Fu" itu apa sih?
Buat Para Milenial - atau Anda yang lahir di era 1980an - istilah "Dong Ya Bing Fu" (东亚病夫) mungkin akan terasa sangat asing. Bahkan bagi siswa yang bersekolah di Tiongkok sekali pun istilah ini kurang dikenal.
Secara harafiah, "Dong Ya Bing Fu" berarti "Orang Penyakitan dari Asia Timur". Istilah ini merujuk pada kondisi masyarakat Tiongkok di abad 17 - awal abad 20. Pada masa itu, Tiongkok berada dalam kondisi paling terpuruk, baik dalam sektor Ekonomi maupun Politik.
Bagi yang pernah belajar Sejarah, tentu tahu bahwa di masa itu Pemerintahan Tiongkok yang masih dikuasai oleh Kekaisaran harus tunduk kepada para pendatang, khususnya orang Barat (Eropa dan Amerika). Mereka tidak punya kekuatan, sehingga harus tunduk dengan menanda-tangani berbagai Kesepakatan yang sangat merugikan Tiongkok. Salah satu kesepakatan itu adalah Kesepakatan / Perjanjian Nanking (The Treaty of Nanking) yang ditanda-tangani pada tahun 1842 oleh Kekaisaran Dinasti Qing. Kesepakatan ini memaksa Tiongkok untuk menyerahkan Hong Kong kepada Pemerintahan Inggris pada tanggal 26 Juni 1843. Kesepakatan ini dikenal juga dengan sebutan "Kesepakatan yang Tidak Seimbang" (不平等条约; Bu Ping Deng Tiao Yue).
Sementara itu, di waktu bersamaan masyarakat Tiongkok - mulai dari kalangan masyarakat rendahan hingga Kekaisaran - terjerat penggunaan opium. Di masa itu, opium dijual sangat bebas dan menjadi komoditi masyarakat Tiongkok. Akibatnya, penduduk di masa itu menjadi sangat malas dan lemah sehingga dengan mudah ditindas oleh Bangsa Asing, termasuk Eropa dan Jepang.
Pemerintah Tiongkok beberapa kali melakukan perlawanan terhadap peredaran Opium. Perlawanan pertama dilakukan pada tahun 1839 lewat jalur diplomasi, di mana Pemerintah Tiongkok mengajukan keberatan atas peredaran opium di negara mereka. Namun alih-alih mendapat respon positif, Pemerintah Tiongkok justru mendapat tekanan yang luar biasa dari Pemerintah Inggris, yang berdampak pada munculnya Perjanjian Nanking dan berpindahnya Hong Kong ke tangan Pemerintah Inggris.
Pada tahun 1856 - 1860, Pemerintah Inggris kembali menekan Pemerintah Tiongkok untuk memberikan akses lebih besar pada peredaran opium. Tekanan ini dilawan oleh Pemerintah Tiongkok, namun justru menjadi bumerang. Perancis kemudian bergabung dengan Tiongkok dan melakukan tekanan lebih keras lagi pada Pemerintah Tiongkok. Selain tersudut, Pemerintah Tiongkok akhirnya dipaksa untuk menyetujui 80 Persetujuan untuk membebaskan Pemerintah Inggris menguasai semua pelabuhan laut Tiongkok agar dapat memasukkan opium ke negara tersebut.
Karena begitu lemahnya posisi Tiongkok di masa itu, negara ini akhirnya mendapat cibiran oleh banyak negara - khususnya Jepang - sebagai "Dong Ya Bing Fu" yang melegenda.
Mengapa Jepang?
Karena huruf Jepang (Kanji) memiliki kesamaan tulisan dan makna dengan aksara Tiongkok.
Jadi kalau nonton film kungfu, Anda tentu kini sudah paham mengapa para pendekar Tiongkok tiba-tiba emosi dan marah ketika membaca plakat bertuliskan "Dong Ya Bing Fu" (东亚病夫) yang dibawa oleh musuh mereka (yang notabene selalu digambarkan oleh Jepang).
No comments:
Post a Comment