Disiarkan : 31 Desember 2016
Jika pada petualangan-petualangan sebelumnya, Kampung Pendekar selalu mengajak
Anda untuk berkenalan dengan para pendekar sakti dengan ilmu-ilmu mereka
yang tidak terkalahkan, maka hari ini Anda akan berkenalan dengan sepasang kekasih. Mereka bukan pendekar, bukan orang yang
memiliki kesaktian tinggi, namun mereka hanyalah orang biasa. Meski mereka bukan pendekar berilmu sakti, namun
kisah hidup mereka yang penuh linangan air mata, telah menyentuh hati ribuan
orang selama berabad-abad. Bahkan hingga hari ini, kisah mereka masih diminati
dan terus diceritakan, baik dalam bentuk cerita mulut ke mulut, maupun dalam
bentuk film layar lebar, serial televisi, drama panggung, tarian, serta Opera
Tiongkok.
Ya, mungkin sebagian dari Pendengar sudah bisa mengira, kira-kira siapa
mereka. Mereka adalah pasangan kekasih LIANG SAN BO dan ZHU ING THAY. Mereka
adalah pasangan kekasih legendaris dari Tiongkok. Kisah Cinta mereka telah
menjadi legenda yang sangat terkenal dan menjadi salah satu cerita paling
fenomenal dalam sejarah cerita rakyat Tiongkok. Kisah LIANG SAN BO dan ZHU ING
THAY – yang biasa disingkat dengan sebutan LIANG ZHU – merupakan satu dari 4
Cerita Rakyat Klasik Terbaik dari Tiongkok. Tiga cerita rakyat lain adalah Bai
Se Zhuan (Legenda Ular Putih), Meng Jiang Ni (Legenda Gadis dari Meng Jiang),
dan Niu Lang Zhi Nu (Legenda Pengembala Sapi dan Wanita Pemintal).
Sejak tahun 2006, melalui Kemeterian Budaya Tiongkok, kisah LIANG ZHU
kini telah menjadi bagian dari Warisan Budaya Dunia yang tercatat di UNESCO.
SEJARAH
SANG PENDEKAR
LIANG SAN BO dan ZHU ING THAY adalah sepasang kekasih yang kisahnya
telah melegenda dan menjadi cerita rakyat sejak berabad-abad silam. Sebagian orang berpendapat kalau Legenda Liang
San Bo dan Zhu Ing Thay hanyalah cerita fiktif saja. Namun sebagian orang lain mempercayai
kalau Liang Sang Bo dan Zhu Ing Thay benar-benar pernah hidup.
Setidaknya ada bukti otentik yang membuktikan LIANG SAN BO
dan ZHU ING THAY (LIANG ZHU) pernah hidup. Bukti tersebut adalah 2 catatan kuno
yang terdapat dalam buku 十道四蕃志 (Shi
Dao Si Fan Zhi) karya Sastrawan LIANG ZAI YEN, serta dalam buku Xian Shi Zhi (宣室志) ) karya Sastrawan Zhang Du (張讀). Kedua buku itu ditulis di akhir Dinasti
Tang (sekitar tahun 907 Sesudah Masehi).
Dalam kedua buku tersebut dijelaskan tentang sosok Ing Thay, anak
perempuan dari Keluarga Zhu yang tinggal di Shangyu,yang menyamar sebagai anak
laki-laki agar bisa bersekolah. Di sekolahnya, Zhu Ing Thay berkenalan dengan
seorang pemuda bernama Liang San Bo dari sebuah desa bernama Kuaiji, sebuah
desa kecil yang terletak dekat Pantai Selatan Hangzhou, Propinsi Zhejiang.
Sekarang desa tersebut telah menjadi kota bernama Shao Xing.
Di sekolah, Liang San Bo dan Zhu Ing Thay bersahabat sangat dekat. Karena
selalu bersama-sama, Liang San Bo kemudian mengetahui kalau Zhu Ing Thay adalah
seorang perempuan. Sejak itu, timbul benih-benih cinta di hati Liang San Bo. Ternyata
cinta Liang San Bo tidak bertepuk sebelah tangan. Zhu Ing Thay pun memiliki
perasaan yang sama dengan Liang San Bo. Setelah mereka berdua lulus sekolah.
Liang San Bo berjanji untuk meminang Zhu Ing Thay setelah mendapatkan
pekerjaan.
Tidak lama, Liang San Bo diterima bekerja sebagai Staf Administrasi Pemerintahan di Kota Yin
yang terletak di sebelah Barat Kota Ning Bo. Sesuai janjinya, Liang San Bo
kemudian pergi melamar Zhu Ing Thay. Sayangnya, Liang San Bo terlambat karena
Zhu Ing Thay telah dijodohkan keluarganya dengan seorang Pejabat dari Keluarga
Ma. Zhu Ing Thay sendiri tidak mau dijodohkan, tetapi karena dipaksa
keluarganya, maka dia pun akhirnya patuh dan menerima pernikahan tersebut.
Mengetahui Zhu Ing Thay yang akan segera menikah dengan Keluarga Ma,
Liang San Bo jatuh sakit. Tidak lama, dia pun meninggal dan dimakamkan di Kota
Mao, di sebelah Barat Kota Ning Bo.
Zhu Ing Thay mendengar kabar kematian San Bo. Hatinya hancur karena
tidak sempat bertemu pria pujaan hatinya itu untuk yang terakhir kalinya.
Karena itu, di hari pernikahannya, Ing
Thay memaksa para pengiringnya untuk membawanya mendatangi pemakaman Liang San
Bo. Saat tiba di depan makam Liang San Bo, tiba-tiba terjadi badai dan hujan
angin yang hebat. Zhu Ing Thay kemudian menginjak tanah makam Liang San Bo,
sehingga makam itu pun terbelah, dan kemudian Zhu Ing Thay meloncat masuk ke
dalam makam Liang San Bo. Hujan yang lebat disertai bedai kemudian membawa
lumpur yang menutup makam itu.
Ketika orang-orang menggali kuburan Liang San Bo, mereka menemukan Zhu
Ing Thay telah meninggal sambil memeluk jenazah Liang San Bo. Dari dalam
kuburan itu, muncullah sepasang kupu-kupu yang terbang dan meninggalkan para
penggali kuburan. Sepasang kupu-kupu itu diduga sebagai Arwah Liang San Bo dan
Zhu Ing Thay. Karena itulah, pasangan
Liang-Zhu kemudian disebut orang sebagai Pasangan Kupu-kupu (Butterfly Lovers).
Kini, di lokasi yang dipercaya
sebagai tempat pemakaman Liang San Bo dan Zhu Ing Thay tersebut telah dibuat menjadi
sebuah Taman Kebudayaan bernama 梁祝文化公园 (Liang Zhu Wen Hua Gong Yen) atau
Taman Budaya Liang Zhu, atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan sebutan
Liang-Zhu Cultural Park. Taman ini terletak di perbatasan Sungai Yuyao
di wilayan Distrik Yingzhou, Kota Ningbo, Propinsi Zhejiang, China.
Sementara itu, di Desa Shao Jia
Du di kota Gao Qiao, sekitar 8 kilometer dari Kota Ningbo, terdapat sebuah
Biara bernama Biara Liang San Bo (梁山伯廟 – Liang San
Bo Miao). Biara ini didirikan oleh penduduk desa tersebut tahun 347
Sesudah Masehi, sebagai penghormatan mereka pada Liang San Bo. Di dalam biara,
terdapat sepasang patung pria dan wanita yang merupakan patung Liang San Bo dan
Zhu Ing Thay. Lokasi berdirinya Biara Liang San Bo itulah disebut banyak orang
sebagai tempat pertama kali Legenda Liang-Zhu diceritakan dari mulut-ke mulut.
Hingga hari ini, Legenda Liang
Zhu menjadi salah satu legenda yang paling disukai masyarakat Tiongkok. Kisah
cinta Liang San Bo dan Zhu Ing Thay telah menjadi cerita klasik yang banyak
diadaptasi dalam berbagai bentuk, mulai dari Opera Tiongkok, drama panggung
film layar lebar, hingga serial televisi. Kisah Legenda Liang-Zhu tidak saja
terkenal hanya di Tiongkok, tetapi juga hingga ke manca negara seperti Inggris,
Australia, Vietnam, bahkan Indonesia dan diadaptasi serta dimainkan dalam
bentuk drama panggung, maupun film layar lebar. Karena banyaknya adaptasi
Legenda Liang-Zhu yang pernah dibuat, sudah tidak terhitung lagi berapa
banyak adaptasi tersebut dibuat.
Dari sekian banyak adaptasi yang dibuat, ada 1 adaptasi
Legenda Liang-Zhu yang terbilang abadi dan hingga hari ini masih disukai banyak
orang. Adaptasi itu adalah film layar lebar produksi Hong Kong berjudul The
Love Eterne (Liang San Bo yi Zhu Ing Thay). Film ini diproduksi oleh Shaw
Brothers, disutradarai Li Han Shiang, dan diperani oleh Ivy Ling Po (sebagai
Liang San Bo) dan Betty Loh (
乐蒂 –Le Di).
Film The
Love Eterne merupakan film produksi Hong Kong berbahasa Mandarin yang dirilis
pertama kali tanggal 3 April 1963 dan tercatat dalam sejarah sebagai Film Layar
Lebar pertama yang mengadaptasi Legenda Liang-Zhu.
Film ini terbilang cukup unik karena diproduksi di Hong
Kong, namun justru meraih banyak penghargaan di ajang penghargaan Golden Horse
Awards yang diadakan di Taiwan. Ada pun penghargaan yang diraih adalah :
Penghargaan Film Terbaik (Best Picture), Sutradara Terbaik (Best Director),
Aktris Terbaik (Best Actress, yang diraih Betty Loh), Musik Terbaik (Best
Music), Editing Terbaik (Best Editing), dan Penghargaan Khusus (Special Award
for Outstanding Performance,yang diraih Ivy Ling Po).
Selain itu, film bergenre Opera Huang Mei ini juga merupakan
film yang unik karena peran Liang San Bo yang seharusnya dimainkan pria, justru
diperani oleh Ivy Ling Po yang merupakan seorang wanita. Ivy Ling Po tidak saja berakting tetapi juga
bernyanyi dalam film tersebut. Sedangkan lawan mainnya – yaitu Betty Lo – hanya
menggunakan suaranya untuk dialog saja. Sedangkan saat adegan bernyanyi,
suaranya diganti oleh Penyanyi Jing Ting.
The Love Eterne menjadi film Hong Kong paling sukses di tahun 1963.
Selain sukses di negara asalnya, film ini pun meraih kesuksesan yang luar biasa
di Taiwan. Bahkan film ini menjadi film dengan perolehan finansial terbesar
sepanjang masa di Taiwan. Hingga hari ini belum ada film yang tayang di Taiwan
yang mampu mengalahkan perolehan yang didapat film The Love Eterne. Begitu populernya film The Love Eterne,
hingga hari ini film ini masih banyak ditonton oleh penonton dari berbagai
kalangan dan rentang usia, mulai dari yang berusia lanjut hingga para siswa SD.
KISAH
SANG PENDEKAR
Alkisah di masa lalu, di daerah Ningbo, hiduplah seorang gadis dari
keluarga kaya bernama Zhu Ing Thai. Dia adalah seorang gadis yang senang belajar.
Namun di masa lalu, hanya pria saja yang boleh sekolah. Selain itu, karenaZhu
Ing Thai dari keturunan keluarga bangsawan, maka dia tidak diperkenankan untuk
sembarangan keluar dari rumahnya. Karena aturan itulah, maka Zhu Ing Thay tidak
bisa bersekolah dan setiap pagi hanya bisa memandang dengan perasaan iri,
melihat para pria pergi ke sekolah.
Ing Thay memohon orang tuanya agar diizinkan bersekolah ke Hangzhou.
Namun orang tuanya tidak memberikan izin. Karena itu, Ing Thay mogok makan dan
mengurung diri di dalam kamarnya.
Berhari-hari dia tidak makan, membuat kedua orang tuanya kuatir. Karena
itu mereka kemudian memanggil dokter untuk mengecek kesehatan anaknya. Dokter
tersebut datang ke rumah orang tua Ing Thay dan memberitahu kalau anaknya sakit
mental dan harus diobati. Ada 2 cara untuk mengobati anaknya/ Cara pertama
adalah dengan menggunakan ramuan yang terbuat dari obat-obatan aneh yang
letaknya nun jauh entah di mana. Cara kedua,yang merupakan cara yang paling
mudah adalah dengan memberikan izin anaknya bersekolah.
Mendengar hal itu, orang tua Ing Thay keberatan. Lalu sang dokter
memberikan usul agar saat bersekolah nanti Ing Thay mengenakan pakaian pria
saja, agar identitasnya tidak diketahui. Orang tua Ing Thay mentertawai usul
dokter itu, karena mereka yakin tidak ada orang yang bisa tertipu dengan
penampilan Ing Thay seperti itu. Lalu sang dokter pun membuka kedoknya, dan
ternyata Ing Thay lah yang menyamar sebagai sang dokter.
Melihat penyamaran Ing Thay yang begitu meyakinkan, akhirnya orang
tuanya pun menyetujui Ing Thay untuk bersekolah di Hangzhou. Maka Ing Thay pun berangkat bersekolah ke
Hangzhou.
Di tengah perjalanan, dia berjumpa dengan seorang pria asal Kota Bai
Sha Gang, Kuai Ji, bernama Liang San Bo. Secara kebetulan, dia sedang berjalan
menuju ke Sekolah Ni Shan di Hangzhau, sekolah yang sama dengan Ing Thay.
Karena punya satu visi dan cara pandang yang sama, maka Liang San Bo dan
Zhu Ing Thay kemudian mengikat tali persaudaraan.
Meski San Bo adalah seorang pelajar yang rajin, namun dia hanya jago
dalam menghafal. Sebaliknya, Ing Thay sangat cerdas dan kritis. Dia selalu
menelaah apa yang dibacanya. San Bo dan Ing Thay sering terlibat diskusi mata
pelajaran yang mereka pelajari. Diam-diam, San Bo memuji kecerdasan Ing Tay
yang selalu tajam dalam menganalisa pelajaran.
Satu waktu, Ing Thay jatuh sakit karena kelelahan belajar. Mendengar kabar saudara angkatnya sakit, San
Bo membesuk ke kamar Ing Thay. Dia kemudian berkeras untuk menemani Ing Thay di
dalam kamarnya. Meski canggung, Ing Thay akhirnya mengizinkan San Bo tinggal
bersamanya. Di dalam kamar, San Bo menyiapkan obat untuk Ing Thay. Perhatian
San Bo itu membuat hati Ing Thay terharu. Bunga cinta pun mulai tumbuh di hati
Ing Thay.
Keesokan harinya, Ing Thay melihat San Bo sedang menjahit bajunya yang
sobek. Melihat jahitan San Bo yang tidak rapi, Ing Thay kemudian membantunya
menjahit.San Bo sangat kaget saat meihat kemampuan Ing Thay menjahit dengan
sangat rapi sekali. Diam-diam, Nyonya Meng (Sang Kepala Sekolah tempat Ying
Thay dan San Bo bersekolah) memperhatikan Ing Thay saat dia menjahitkan baju
San Bo. Saat itu, dia sudah menduga kalau Ing Thay adalah perempuan. Namun dia
diam dan membiarkan hal itu.
Tiga tahun telah berlalu. Hubungan Ing Thay dan San Bo sudah semakin
akrab. Keduanya sangat sering berdiskusi banyak hal, terutama puisi, karya
seni, dan politik. Wawasan Ing Thay yang luas semakin hari membuat San Bo
takjub dan menaruh hormat padanya.
Satu hari, Ing Thay mendapatkan surat dari keluarganya yang meminta dia
pulang karena Ibunya sakit. Ing Thay merasa berat untuk pulang karena itu
berarti harus berpisah dengan San Bo. Namun karena harus menghormati permintaan
orang tuanya, maka Ing Thay memutuskan untuk pulang ke rumah. Sebelum pulang,
dia menghadap Kepala Sekolah Meng dan menjelaskan jati dirinya yang
sebenarnya. Kepala Sekolah rupanya sudah
tahu jati diri Ing Thay yang sebenarnya.
Karena itu, Ing Thay kemudian menitipkan kalung Giok miliknya kepada
Kepala Sekolah Meng dan memintanya untuk menyerahkan kalung itu kepada San Bo. Dia
kemudian meminta Kepala Sekolah Meng bersedia menjadi Mak Comblang buat dirinya
dan San Bo. Kalung itu merupakan tanda pengikat hubungan dirinya dengan San Bo.
Sebelum Ing Thay pulang ke kampung halamannya, dia mengajak San Bo
bertemu untuk terakhir kalinya di tempat di mana mereka pertama kali bertemu
dan mengikat tali persaudaraan. Di tempat itu, Ing Thay memberikan sinyal
kepada San Bo dan menyuruhnya untuk menikah segera. Tetapi rupanya San Bo tidak
paham dengan sinyal yang diberikan Ing Thay. Dia mengatakan bahwa dirinya hanya
berfokus pada sekolah saja, dan belum berencana untuk membina rumah tangga. San
Bo malah mengira Ing Thay pulang ke kampung halamannya karena akan dijodohkan
dengan wanita pilihan keluarganya.
Mendengar hal itu, hati Ing Thay menjadi galau. Dia sangat ingin San Bo
mengetahui jati dirinya. Tetapi dia pun teringat janjinya pada orang tuanya
untuk tidak mengatakan identitas yang sebenarnya. Karena itu, Ing Thay kembali memberi petunjuk
San Bo tentang jati dirinya lewat puisi yang dibuatnya.
Namun lagi-lagi San Bo tidak paham maksud Ing Thay.
Setelah pulang ke rumah, Ing Thay terus merindukan San Bo. Sementara
itu, San Bo pun tiba-tiba merasakan hal yang sama, di mana dia merasa sangat
kehilangan Ing Thay.
Satu malam, Kepala Sekolah Meng mendatangi San Bo. Dia kemudian
menceritakan jati diri Ing Thay yang sebenarnya. Awalnya San Bo tidak percaya.
Dia masih berpikir Ing Thay adalah laki-laki, dan dia berniat menjodohkan San
Bo dengan adiknya. Namun setelah Kepala Sekolah Meng mengeluarkan kalung Giok
milik Ing Tay dan menegaskan kalau Ing Thai benar-benar adalah perempuan,
barulah San Bo tersadar.
Karena Ing Thai dan Sn Bo telah berjodoh, maka Kepala Sekolah Meng
menyuruh San Bo untuk segera menemui Ing Thay dan meminangnya.
Maka segera saja Liang San Bo berangkat menuju ke rumah Zhu Ing Tay
yang terletak di Ningbo. Sepanjang perjalanan, San Bo mengingat-ingat kembali
semua puisi yang dibuat Ing Thay, dan makin tersadarkan San Bo kalau semuanya
adalah petunjuk-petunjuk yang diberikan Ing Thay padanya.
Sementara itu, di kediamannya, Keluarga Ma meminang Zhu Ing Thay. Ing
Thay tidak mau menikahi anak dari Keluarga Ma, karena masih berharap Liang San
Bo datang untuk meminangnya. Selain itu, anak Keluarga Ma yang akan menikahinya
adalah Ma Wen Chai, yang tidak lain adalah pria hidung belang yang sudah
terkenal karena sering mempermainkan para wanita.
Mendengar penolakan Ing Thay, orang tuanya sangat marah. Ing Thay pun
memberitahu orang tuanya kalau dia sudah mendapatkan jodohnya di sekolah di
Hangzhou dan menolak dijodohkan dengan orang lain.
Ayah Ing Thai berang dan mengatakan keluarga Liang San Bo pastilah dari
keluarga orang biasa, sehingga tidak sepadan dengan keluarga kaya raya seperti
mereka. Karena itu Ayah Ing Thai memaksa anaknya untuk membatalkan pertunangan
dengan San Bo. Tetapi Ing Thay berkeras tidak mau menuruti ayahnya. Karena itu,
Ayahnya tetap memaksa Ing Thay harus menikahi anak Keluarga Ma.
Beberapa hari kemudian, Liang San Bo tiba di Ningbo. Dia langsung
menemui rumah Keluarga Zhu. Betapa terkejutnya dia melihat wujud asli Zhu Ing
Thay yang sangat cantik. Pertemuan mereka pun menjadi sangat kaku. Namun
kemudian mereka segera akrab setelah Ing Thay menceritakan jati dirinya dan
tujuannya bersekolah di Hangzhou.
Liang San Bo pun menceritakan maksud dan tujuannya ke rumah Zhu Ing
Thay yaitu ingin meminangnya. Tapi Ing Thay mengatakan kepada San Bo kalau dia
terlambat datang beberapa hari ke rumahnya, karena dia sudah dijodohkan orang
tuanya pada Ma Wen Cay, anak dari keluarga Bangsawan Ma.
Mendengar kabar itu, San Bo kaget dan tidak dapat berkata apa-apa. San
Bo tidak terima dan mengira Ing Thay hanya main-main saat memberikan kalung
giok sebagai tanda pertunangan. San Bo meminta Ing Thay untuk membatalkan
pertunangan dengan Keluarga Ma. Tetapi pertunangan sudah tidak bisa lagi
dibatalkan dan dalam waktu beberapa hari lagi, Ing Thay sudah akan menikah.
Mendengar hal itu, San Bo meninggalkan rumah Ing Thay dengan hati yang
hancur berkeping-keping. Hal yang sama juga dirasakan Ing Thay yang kecewa
tidak dapat menikah dengan San Bo.
Tiba di rumahnya, Liang San Bo jatuh sakit. Sakit hati yang dialaminya,
membuat kesehatan San Bo menurun dalam waktu sangat singkat. Tidak lama
kemudian, San Bo pun meninggal dunia.
Saat Ing Thay mendengar berita kematian San Bo, dia tidak kuasa menahan
kesedihan dan tangisnya. Dia kemudian memutuskan tidak jadi menikah dan ingin
menemui makam San Bo. Tetapi orang tuanya berkeras Ing Thay harus menikah.
Karena itu, Ing Thay setuju untuk menikah, asal keluarganya menuruti
persyaratan yang dibuatnya, yaitu kereta pandu yang ditumpangi Ing Thay
haruslah membawa lampu duka cita dan membawa dupa. Mereka pun harus berjalan ke
arah Selatan, melewati makam Liang San Bo. Jelas permintaan ini ditentang
ayahnya, karena dalam aturan masyarakat Tiongkok, orang yang menikah tidak
boleh mendatangi kuburan karena akan terjadi hal buruk.
Tapi Ing Thay tetap berkeras tidak mau menikah jika Ayahnya tidak mau
menuruti kemauannya. Akhirnya ayah Ing Thay pun menuruti kemauan anaknya, yang
penting dia bisa menikah dengan Keluarga Ma.
Saat Ing Thay dan orang-orangnya melewati Makam Liang San Bo,
terjadilah badai. Namun Ing Thay berhasil tiba di makam San Bo. Dia pun
memberikan hormat terakhir pada San Bo.
Setelah itu, terjadilah gempa bumi, dan makam San Bo pun terbelah. Ing
Thay masuk ke dalam makam San Bo, dan makam itupun tertutup kembali.
Dari dalam makam, muncullah sepasang kupu-kupu yang terbang ke angkasa.
Film ini diakhiri dengan terbangnya
sepasang kupu-kupu itu ke langit sambil bercengkrama, yang menjadi
pertanda bahwa cinta Liang San Bo dan Zhu Ing Thay akhirnya bersatu meski
keduanya telah tiada.
Selain menceritakan kisah cinta Liang-Zhu, film ini juga mengangkat
tema kesetaraan hak pria dan wanita dalam mengenyam pendidikan. Di masa lalu,
wanita tidak diizinkan bersekolah, karena masyarakat menilai wanita hanya
pantas mengurusi rumah saja. Tapi kini, hak untuk mengenyam pendidikan bukan
lagi semata-mata milik pria, tetapi juga wanita. Karena itu, untuk Para Wanita,
janganlah ragu untuk bercita-cita tinggi. Karena dengan kesempatan belajar yang
sedemikian besar, apapun cita-citamu, semuanya bisa terwujud.