Friday, 29 March 2019
Legenda Nunchaku / Xuang Jie Gun (双截棍)
Bagi penggemar film kungfu, tentu tidak asing dengan senjata bernama 双截棍(Xuang Jie Gun, atau dalam bahasa Indonesia disebut Ruyung). Senjata ini disebut juga Double Stick, Nunchucks, atau Nunchaku. Ya, senjata ini sangat populer hingga hari ini, dan menjadi senjata legendaris yang sangat melekat erat dengan Bruce Lee.
Bruce Lee adalah orang pertama yang menggunakan dan mempopulerkan senjata ini. Dia pertama kali menggunakannya di film Enter The Dragon (龍爭虎鬥, 1973). Senjata ini menjadi makin terkenal setelah digunakan kembali di film terakhir Bruce Lee (Game of Death,死亡遊戲) yang dirilis tahun 1978, lima tahun setelah kematian Bruce Lee. Di film itu, Bruce Lee mengenakan pakaian olah raga terusan warna kuning menggunakan nunchaku dengan warna yang senada dengan pakaiannya, kemudian memainkan senjata itu dengan gerakan yang sangat dramatis. Adegan ini menjadi sangat fenomenal dan banyak ditiru banyak orang hingga hari ini.
Sejak itulah, Nunchaku menjadi salah satu senjata maut yang sering digunakan dalam berbagai film bergenre beladiri, baik wuxia maupun kungfu. Bahkan hingga hari ini pun masih banyak film yang menampilkan penggunaan senjata tersebut.
KAPAN & SIAPA PENCIPTA NUNCHAKU?
Tidak ada catatan jelas siapa pencipta dan kapan Nunchaku diciptakan. Hanya saja dari catatan yang ditemukan, senjata yang terdiri dari dua batang kayu yang disambung dengan rantai atau tali pendek ini diyakini merupakan senjata tradisional masyarakat Okinawa. Meski kini merupakan bagian dari wilayah Jepang, tetapi masyarakat Okinawa memiliki bahasa dan budaya sendiri yang sedikit berbeda dengan Jepang. Kebanyakan tulisan Okinawa menggunakan huruf Katakana dan kebanyakan tulisan diadaptasi dalam bahasa asing.
Nama "Nunchaku" merupakan adaptasi dari tulisan huruf Mandarin Xuang Jie Gun (双截棍) dan dilafalkan menjadi "nu-n-cha-ku" (ヌンチャク). Awalnya, fungsi Nunchaku bukanlah senjata tetapi peralatan untuk bertani. Sempat digunakan sebagai senjata, namun kemudian tidak pernah dipakai lagi karena fungsinya yang sangat tidak efektif untuk menghadapi musuh, terutama jika musuh menggunakan senjata bergagang panjang seperti tombak dan toya.
Meski beberapa kali dianggap sebagai peralatan bela-diri, tetapi Nunchaku belum dikenal masyarakat luas. Hingga satu ketika, Dan Inosanto - pelatih beladiri asal Filipina - berlatih ilmu bela diri di Okinawa dan menemukan senjata itu. Ketika dia diundang Bruce Lee untuk menjadi pelatih di Institut Pendidikan Beladiri Jun Fan Gung Fu (milik Bruce Lee), Dan Inosanto memperkenalkan senjata tersebut pada sang maestro kungfu tersebut.
Dalam film dokumenter I Am Bruce Lee (2012) yang disutradarai Pete McCormack, Inosanto menjelaskan kalau dia tidak saja memperkenalkan senjata, tetapi juga mengajari Bruce Lee dasar-dasar penggunaan Nunchaku. Bruce Lee kemudian mengembangkan jurus Nunchaku menjadi teknik yang lebih rumit. Bruce Lee kemudian menampilkan Nunchaku pertama kali di film Enter the Dragon. Setelah film itu sukses, Bruce Lee kembali menggunakan Nunchaku di film terakhirnya, The Game of Death. Di film itulah, Nunchaku mendapatkan perhatian dunia dan diperlakukan sebagai salah satu senjata bela-diri.
Selain diakui sebagai senjata bela-diri, Nunchaku pun sudah mendapatkan pengakuan dari dunia internasional. Hal ini terlihat dari banyaknya organisasi dan komunitas Nunchaku yang didirikan di seluruh dunia. Beberapa di antaranya yang populer adalah North American Nunchaku Association, World Amateur Nunchaku Organization, Federation Internationale de Nunchaku de Combat et Artistiqu, dan World Nunchaku Organization.
Wednesday, 27 March 2019
Opium and the Kung Fu Master (洪拳大師, 1984)
Masa 1980-an merupakan masa tersulit yang dialami Shaw Brothers. Sebagai perusahaan film terbesar di Hong Kong yang banyak menelurkan film-film wuxia berkualitas sejak tahun 1960an, Shaw Brothers mengalami persaingan sangat ketat dari banyak perusahaan film Hong Kong baru. Salah satu yang terkuat adalah Golden Harvest. Sejak film produksi perdana mereka - Enter the Dragon (1973) - sukses secara internasional (dan mengangkat nama Bruce Lee sebagai aktor dunia), perlahan tapi pasti film bergenre wuxia mulai ditinggalkan penontonnya.
Meski Shaw Brothers melakukan berbagai terobosan dalam menyajikan produksi film mereka, namun jumlah penonton terus berkurang, dan Shaw Brothers makin ditinggalkan penontonnya. Puncaknya, pada tahun 1986, praktis penonton film wuxia telah beralih pada film-film eksyen beladiri Hong Kong modern. Kenyataan inilah yang kemudian menjadi alasan Shaw Brothers memutuskan "tutup usia" di tahun itu.
Menjelang penghentian produksi di tahun 1986, Shaw Brothers banyak menelurkan film-film wuxia keren, yang kini banyak dicari orang. Salah satu film produksi lawas mereka yang belakangan ini disukai banyak orang adalah film Opium and the Kung Fu Master (a.k.a Fists of Shaolin, 洪拳大師). Film arahan sutradara Tang Chia ini merupakan salah satu film wuxia terbaik Shaw Brothers yang dirilis tahun 1984.
Film ini diperani Ti Lung, Cheng Kuan Tai, Robert Mak, Leanne Liu, Philip Ko, Koo Koon Chung, Alan Chan, Lee Hoi Sang, Yue Tau Wan, Chan Shen, Yuen Wah, dan Elvis Tsui.
Opium and the Kung Fu Master mengangkat kisah fiksi tentang Leung Kwan, salah seorang pendekar tersohor dari Guangdong yang dikenal dengan julukan "Si Jembatan Besi Tiga" (Tie Qiau San). Dia pun terkenal sebagai Guru Besar Jurus Hong (Hong Ga / Hong Cia,洪家) dan merupakan salah satu Pendekar kelompok 10 Harimau Guangdong (10 Tigers of Canton,廣東十虎).
Di film ini, dikisahkan Leung Kwan / Tie Qiao San (Ti Lung) ditunjuk oleh Kaisar untuk menjadi pelatih Tentara China. Pada masa itu, banyak masyarakat yang terbius oleh opium. Tidak terkecuali Tie Qiao San yang ikut-ikutan mengisap opium setelah diajak oleh para pejabat pemerintah. Akibatnya, kemampuan beladiri Tie Qiao San melemah.
Hal ini dimanfaatkan Rong Feng (Chen Kuan Tai) - pemilik rumah opium - untuk menjatuhkan Tie Qiao San dan menjadikannya Pendekar Terhebat di Guang Dong. Rong Feng membuat tantangan terbuka dengan Tie Qiao San. Tantangan itu diterima dan mereka pun berduel. Sayang, akibat pengaruh opium, Tie Qiao San nyaris tewas di tangan Rong Feng. Beruntung Lu Gua Si (Robert Mak) - murid Tie Qiao San - menyelamatkan gurunya. Sayang, nasib naas tidak terhindarkan. Lu Gua Si tewas di tangan Rong Feng.
Pasca diselamatkan muridnya, Tie Qiao San bersembunyi di sebuah desa terpencil. Di sana dia mengobati dirinya sendiri dari kecanduan opium, sambil berlatih kembali, mengumpulkan kemampuannya yang dulu. Setelah siap, Tie Qiao San pun kembali ke kota untuk membalaskan dendam kematian muridnya.
Bagian yang paling seru dan menarik dari film ini - tentu saja - duel maut antara Ti Lung dan Chen Kuan Tai. Seperti yang kita ketahui, kedua aktor itu adalah aktor laga yang sangat terkenal di masa itu. Dan biasanya, jika dua aktor laga dipertemukan dalam satu film untuk saling bertarung, maka akan menarik penonton untuk menonton film tersebut. Hal ini pernah terjadi di film Heroes Two (方世玉與洪熙官, 1974) saat Chen Kuan Tai dipertemukan dan bertarung dengan Alexander Fu Sheng di film tersebut. Film tersebut menjadi salah satu film laris produksi Shaw Brothers dan menjadi salah satu film wuxia klasik hingga hari ini.
Opium and the Kung Fu Master juga merupakan salah satu film wuxia klasik yang sangat collectible. Tidak saja karena alur ceritanya yang menarik dan koreografi pertarungannya yang keren, Opium anf the Kung Fu Master merupakan salah satu catatan sejarah terakhir kejayaan Shaw Brother, yang pernah menjadi produsen film wuxia Hong Kong terbesar di masa lalu. Meski kini Shaw Brother telah bangkit kembali dan menjadi perusahaan baru bernama Shaw Brothers (dengan tambahan "s" di belakang "Brother"), namun belum ada filmnya yang menjadi klasik dan memorabel seperti film-film masa lalu.
Labels:
2019,
bandung,
chen kuan tai,
dasyat,
film,
hong kong,
indonesia,
keren,
klasik,
pemilu,
suara indah,
terakhir,
ti lung,
wuxia
Subscribe to:
Posts (Atom)